Struktur Sosial di Sekolah
STRUKTUR
SOSIAL DI SEKOLAH
A. PENGERTIAN STRUKTUR SOSIAL
Menurut S. Nasution dalam bukunya
yang berjudul sosiologi pendidikan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
struktur soisal ialah (1) materialnya (jumlah orang, pria, wanita, dewasa, anak,
guru, murid, dan sebagainya), (2) hubungan antara bagiannya (apa yang
diharapkan guru dari muridnya, dan sebagainya), (3) hakikat masyarakat itu
sebagai keseluruhannya yakni caranya bagian-bagiannya menjadi kesatuan yang
bulat agar dapat menjalankan fungsinya.
Dalam penjelasan di atas yang
dimaksud dengan material itu antara lain meliputi kepala sekolah, guru,
pegawai, pesuruh, murid-murid pria maupun wanita yang masing- masing mempunyai
peranan dan kedudukan yang berbeda-beda.
Menurut pendapat penulis struktur
sosial adalah suatu susunan bagan-bagan vertikal dari yang tertinggi sampai
yang terendah, yang dimana sistem ini dibuat guna mengkondisiskan suatu
masyarakat supaya terwujudnya suatu kesejahteraan bagi masyarakat tersebut.
Karena dalam konteks ini yang dibicarakan ialah pendidikan, maka masyarakat
yang dibicarakan disisni ialah sekolah. Dalam sekolah itu sendiri terdapat
berbagai macam kedudukan diantaranya ialah komite sekolah, kepala sekolah,
guru, murid, dan masyarakat luas yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat
3 disebutkan bahwa “sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional”.
Dalam sebuah struktur sosial pastilah terdapat
suatau sistem kedudukan dan peranan anggota-anggota kelompok yang kebanyakan
bersifat hierarkis, yang mengandung pengertian dari kekuasaan tertinggi yang
paling banyak memegang suatu peranan sampai dengan yang terendah.
Dengan adanya struktur tersebut memungkinkan sekolah
menjalankan fungsinya sebagai lembaga edukatif secara baik. Dan dengan adanya
suatu kedudukan diharapkan dapat menjalankan proses pendidikan sebagaimana
amanat UU yang berlaku dan guna mencegah konflik-konflik dalam dunia pendidikan.
Kedudukan atau status menentukan posisi seseorang
dalam struktur sosial, yakni menentukan hubungannya dengan orang lain, misal
apa yang diharapkan majikan terhadap pekerjaan pegawainya dan sebaliknya.
Kedudukan individu apakah ia di atas ataupun di bawah status orang lain
mempengaruhi peranannya. Peranan ialah konsekuensi akibat kedudukan seseorang.
Misal, seorang mandor diharapkan memberikan perintah pada pekerjanya.
Peranan mencakup kewajiban dan hak yang bertalian
dengan kedudukan. Kedudukan seseorang ada yang diperoleh berdasarkan kelahiran
ada pula yang diperoleh secara sendiri berkat usaha individu. Orang lahir
sebagai anak raja, anak kasta Brahmana dan kenyataan itu menentukan peranannya.
Dalam masyarakat modern dengan banyaknya pembagian dan
spesialisasi pekerjaan luas kemungkinan, luas kemungkinan untuk memperoleh
kedudukan berkat usaha sendiri, antara lain melalui pendidikan. Pada prinsipnya
setiap warga negara dapat memduduki jabatan yang setinggi-tingginya. Makin maju
suatu masyarakat makin banyak kesempatan bagi setiap orang untuk menduduki
tempat tertentu, sekalipun sering melalui persaingan yang berat.
Struktur atau mekanisme kerja yang mantap memiliki ciri-ciri:
1.
Bersifat
fleksibel.
2.
Tidak
mudah berubah oleh pengeruh lingkungan.
3.
Dinamis
akibat penyesuaiaan dengan tuntutan lingkungan pada deskripsi tugasnya.
4.
Para
petugas taat akan kewajibannya, penuh dengan rasa tanggung jawab dan mampu
mengontrol diri sendiri.
5.
Ada
kerja sama yang terpadu dengan subsistem-subsistem manajemen yang lain dalam
usaha mencapai tujuan organisasi.
B. BERBAGAI KEDUDUKAN DALAM MASYARAKAT
SEKOLAH
Sekolah, seperti sistem sosial
lainnya dapat dipelajari berdasarkan kedudukan anggota dalam kelompok itu.
Setiap orang dalam kelompok itu mempunyai bayangan atau gambaran tentang
kedudukan masing-masing dalam kelompok itu.
Dalam tiap kedudukan diharapkan
individu menunjukan pola kelakuan tertentu. Perbuatannya, ucapannya,
perasaannya, nilai-nilainya, dan sebagainya harus sesuai dengan apa yang
diharapkan bertalian dengan kedudukannya. Menurut kedudukan atau posisinya ia
harus menjalankan peranan tertentu. Peranan menentukan kelakuan yang diharapkan
dalam situasi sosial tertentu.
Pada umumnya dapat kita bedakan dua tingkat dalam struktur sosial yakni yang
berkenaan dengan orang dewasa dan hubungan diantara mereka. Dan tingkat kedua
berkenaan dengan sistem kedudukan dan hubungan antar murid-murid.
C. STRUKTUR SOSIAL ORANG DEWASA DI
SEKOLAH
Bicara struktur sosial, maka kita akan berbicara
tentang kepemimpinan. Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang dalam
Bahasa Inggris disebut Kepemimpinan
dalam bahasa Inggris
tersebut leadership berarti
“being a leader power of leading” atau “the qualities of
leader”
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda
pada orang-orang yang berbeda. Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan
mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial
yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap
orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di
dalam sebuah kelompok atau organisasi.
Beberapa pengertian lain tentang
kepemimpinan adalah sebagai berikut :
v Kepemimpinan adalah proses mengarahkan,
membimbing, mempengaruhi atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan
tingkah laku orang lain.
v Kepemimpinan adalah tindakan atau
perbuatan diantara perseorangan dan kelompok yang menyebabkan baik orang
seorang maupun kelompok bergerak ke arah tujuan tertentu.
Dalam kepemimpinan faktor pemimpin tidak dapat
dilepaskan dari faktor orang yang dipimpin. Keduanya saling tergantung sehingga
yang satu tidak mungkin ada tanpa yang lain.
Jika berbicara orang yang paling tinggi kedudukannya
disekolah, maka jawabannya sudah pasti sang kepala sekolah. Ialah yang berhak
mengambil keputusan yang harus dipatuhi oleh setiap waraga sekolah. Selain itu
ia juga memiliki tanggung jawab penuh atas kelancaran proses pendidikan yang
berlangsung.
Kepala sekolah sebagai administrator sekolah
sebagaimana yang tergambar pada struktur sekolah melalui kebijakan
desentralisasi pendidikan akan memposisikan dirinya sebagai orang yang
berpengaruh di lingkungan sekolahnya. Pernyataan itu dapat ditafsirkan tercapai
tidaknya tujuan sekolah, khususnya bagi peningkatan kinerja guru, sangat
ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah akan
berjalan baik apabila kepala sekolah tersebut memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi bawahannya.
Kepala sekolah juga berkedudukan sebagai konsultan
yang memberikan, petunjuk, nasihat, saran-saran kepada guru-guru dalam usaha
untuk memperbaiki mutu sekolah. Dalam hal ini ia didukung oleh kemampuan
profesionalnya serta pengalamannya sebagai guru dan kematangan pribadinya. Ia
dapat memaparkan filsafat sekolah, tujuan pendidikan yang harus dicapai serta
cara-cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan kurikulum sekolah. Ia dianggap
lebih bijaksana untuk mengatasi masalah-masalah antara guru dengan murid, juga
antara sesama guru.
Di sekolah yang kecil, khususnya yang tidak
mempunyai pegawai administrasi, kepala sekolah sering harus berfungsi sebagai
petugas administrasi, mengurus korespondensi, mengantar surat kepada berbagai
instansi, membuat laporan-laporan, dan sebagainya, karena biasanya ia mempunyai
jam mengajar yang dikurangi, bahkan dapat dibebaskan dari tugas mengajar. Dalam
pekerjaan administrasi itu kepala sekolah dapat dibantu oleh guru. Akan tetapi
di sekolah menegah biasanya kepala sekolah dibantu oleh pegawai administrasi.
Berikut ini ciri pemimpin yang relevan dengan
peningkatan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku bawahannya menurut S.P.
Siagian:
a)
Pengetahuan
yang luas, terutama yang menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan sifat dan
jenis tujuan yang hendak dicapai.
b)
Kemampuan
bertumbuh dan berkembang secara mental.
c)
Kemampuan
berfikir secara konsepsional.
d)
Kemampuan
untuk mengidentifikasi hal-hal yang strategis serta pengaruhnya terhadap
organisasi.
e)
Kemampuan
berperan secara integrator berbagai unsur dan komponen organisasi agar mampu
bergerak sebagai satu kasatuan yang bulat.
f)
Objektifitas
dalam menghadapi dan memerlakukan bawahan, terutama yang menyangkut karir dan
nasib bawahan.
g)
Cara
berfikir dan bertindak yang rasional.
h)
Kemampuan
berperan sebagai guru yang efektif.
i)
Pola
dan gaya hidup yang dapat dijadikan teladan bagi bawahan.
j)
Keterbukaan
terhadap bawahan tanpa melupakan adanya hirarki yang berlaku dalam organisasi.
D. KEDUDUKAN GURU DALAM STRUKTUR SOSIAL
DI SEKOLAH
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 5
disebutkan bahwa “ tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”.
Kedudukan guru lebih rendah dari kepala sekolah oleh
sebab itu seorang guru harus menaati aturan-aturan ataupun nasihat yang
diberikan seorang kepala sekolah. Dalam organisasi sekolah, guru hanya dianggap
sebagai pegawai biasa dan dengan kedudukannya itu guru harus mematuhi segala
aturan yang ditetapkan oleh atasan Pemerintah ataupun yayasan. Pelanggaran yang
dilakukan dapat diberi tindakan yang setimpal, bahkan dapat berujung pada
sebuah pemecatan yang berarti akan hilang atau pencabutan sumber pendapatan
yang selama ini didapatnya dari menjadi guru.
Kedudukan guru tidak sama, pada umumnya dianggap
bahwa guru SMP lebih tinggi daripada guru SD akan tetapi lebih rendah daripada
guru SMA. Petugas inspeksi yang mengawasi sekolah dianggap lebih tinggi pula
kedudukannya daripada guru maupun kepala sekolah.
Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di
masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat
tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin jika gurulah yang dapat memdidik
peserta didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Penulis sendiri berpendapat jika guru merupakan
ujung tombak sebuah pendidikan. Hal ini dikarenakan keberhasilan seorang murid,
maka sang gurupun akan merasa bangga karena telah mampu mentrasferkan ilmu yang
ia miliki, begitupun dengan hal sebaliknya. Selain itu gurulah yang paling
mengetahui keadaan para muridnya selain orang tua murid itu sendiri.
E. ORANG DEWASA TIDAK MENGAJAR
1.
Pegawai Administrasi
Administrasi adalah usaha dan
kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan untuk mencapai
tujuan. Administrasi dalam arti sempit
adalah kegiatan yang meliputi : catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan
ringan ketik-mengetikm agenda dan sebagainya yang bersifat teknis
ketatausahaan. Administrasi dalam arti luas adalah seluruh proses kerja sama
antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan dengan memanfaatkan sarana
prasarana tertentu secara berdaya guna dan berhasil guna.
Tata usaha sekolah adalah bagian dari unit pelaksana teknis penyelenggaraan
sistem administrasi dan informasi pendidikan di sekolah. Informasi yang tata
usaha sekolah kelola penting sebagai basis pelayanan dan bahan pengambilan
keputusan sekolah. Semakin lengkap dan akurat data terhimpun maka pemberian
pelayanan makin mudah dan pengembilan keputusan makin tepat. Dalam tata usaha
sekolah juga dipimpin oleh seorang kepala tata usaha sekolah. Dan seorang
kepala tata usaha bertugas sesuai dengan Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 260 dan
261 Tahun 1996 tentang Tugas pokok Kepala Tata Usaha sebagai berikut :
a.
Menyusun program kerja
tata usaha sekolah.
b.
Pengelolaan keuangan
sekolah.
c.
Pengurusan adminstrasi
ketenagaan dan siswa.
d.
Pembinaan dan
pengembangan karier pegawai tata usaha sekolah.
e.
Penyusunan administrasi
perlengkapan sekolah.
f.
Penyusunan dan penyajian
data atau statistik sekolah.
g.
Mengkoordinasikan dan
melaksanakan 7 K.
h.
Penyusunan laporan
pelaksanaan kegiatan, pengurusan ketatausahaan secara berkala.
Kepala Tata Usaha bertanggung jawab untuk melaksanakan seluruh Administrasi
Keuangan Sekolah, meliputi keuangan rutin/UYHD/BOPS, Dana BOS, Dana Komite
Sekolah dan Dana dari sumber lainnya, bertanggung jawab langsung kepada kepala
sekolah masing-masing.
Kepala sekolah mengembangkan menyusun program kerja tata usaha secara
sistematis, terarah, jelas, realitistis, agar dapat petugas ketatausaha
laksanakan agar pelayanan pendidikan yang guru berikan kepada siswa
dan pelayanan sekolah kepada masyarakat berjalan seoptimal mungkin.
Dalam praktek pegawai administrasi yang telah lama memegang jabatannya dan
telah mengenal seluk beluk sekolah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dalam
berbagai hal pendapatnya diperlukan pemimpin sekolah dalam mengambil keputusan
atau tindakan. Guru-guru bahkan kepala sekolah dapat silih berganti, akan
tetapi pegawai administrasi, khususnya kepala tata usaha mungkin akan tetap
pada jabatannya, sehingga ia mudah dapat kepercayaan guru termasuk kepala
sekolah. Tentu saja ada kemungkinan pegawai administrasi memiliki kedudukan
informal yang terhormat didalam masyarakat atau mengenal masyarakat secara
mendalam sehingga kepala sekolah sering menggunakannya sebagai manusia sumber
dalam hal-hal yang menyangkut masyarakat dan pendidikan.
2. Pesuruh Sekolah
Pesuruh sekolah adalah orang yang melengkapi apa yang
dibutuhkan oleh sekolah. Tugas pokok pesuruh sekolah antara lain:
a.
Melaksanakan
tugas kebersihan
b.
Menyediakan
makan/minum untuk Kepala Sekolah dan Tamu Sekolah
c.
Meminta dan
menerima tugas dari kepala sekolah
d.
Membantu
menyediakan kebutuhan barang-barang yang diperlukan Kepala Sekolah
e.
Melakukan
tugas belanja makan/minum, foto copy, mengantar surat dan tugas sejenis lainnya
f.
Mengecek
ketersedian air minum, teh, gula dan kopi setiap hari.
g.
Memelihara dan
menjaga barang-barang milik sekolah.
Pesuruh sekolah dipandang lebih rendah kedudukannya daripada pegawai
administrasi. Hierarki itu juga diterima oleh yang bersangkutan dan oleh
masyarakat. Namun meski kita menganggap mereka berkedudukan rendah, kita harus
saling menghormati dan bila tidak ada orang yang seperti ini (pesuruh) hidup
mungkin akan terasa hambar dan membosankan.
F. HUBUNGAN ANTAR GURU
DAN MURID
1. Hubungan Antar Guru
Seringkali
kita temui masalah yang terjadi antara guru atau pendidik yang satu dengan yang
lain. Penggolongan atau pengelompokan seringkali muncul di permukaan
diantaranya : dibedakan oleh jenis kelamin, minat, keprofesionalan mereka,
ataupun berdasarkan kondisi sosial.
Faktor
lain yang juga membantu pembentukan kelompok-kelompok diantara para guru adalah
letak geografis tiap-tiap guru, sesama pengajar di tingkat menengah ataupun
dasar, mungkin bisa juga dipengaruhi karena kesamaan mata pelajaran yang
dibebeankan setiap sekolah kepadanya.
Maka
besar faedahnya bila kepala sekolah mengetahui adanya berbagai kelompok serta hubungan antar kelompok itu
ataupun pertentangan diantaranya. Pengetahuan itu dapat membantu kepala sekolah
dalam menggerakan seluruh staff guru
untuk tujuan tertentu. Ia dapat bekerja dan mencapai tujuannya dari
kelompok-kelompok informal ini. Guru-guru lebih mudah menerima sesuatau melalui
guru-guru yang dipandangnya sebagai sahabatnya.
Hubungan
antar guru memang dapat dimanfaatkan seorang kepala sekolah untuk dapat
memudahkan tugasnya selain untuk mencapai tujuan tertentu pastinya. Selaian itu
kepala sekolah dapat menunjukan powernya bahwa atasannya baik itu pemerintah
maupun yayasan menunjuknya sebagai pemimpin sekolah tidak salah memilihnya.
Namun meskipun sudah semaksimal mungkin dalam bekerja seringkali kepala sekolah
kecolongan karena masalah yang timbul antar kelompok-kelompok tersebut. Karena
bila masalah yang timbul tak kunjung disesesaikan maka akan berdampak pada
citra sekolah tersebut yang berujung minimnya peserta didik pada tahun ajaran
yang akan datang, efek ini bisa berdampak pendek maupun panjang.
Mungkin
juga terdapat persaingan antar kelompok yang dapat dimanfaatkan kepala sekolah
untuk berlomba-lomba meraih prestasi yang lebih baik. Akan tetapi persaingan
antar kelompok dapat mempunyai pengaruh yang merugikan.
2. Hubungan Guru dengan Murid
Tepat
pada tanggal 1 Januari 2013 lalu, Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) berlaku
efektif. Pemberlakuan KEGI ini bisa dibilang merupakan langkah progresif untuk
membingkai profesionalisme guru. Ada 6 bagian dan 11 pasal dalam KEGI itu. Bersamaan
dengan pemberlakukan KEGI, Dewan Kehormatan Guru telah dibentuk di kabupaten
dan kota di Indonesia.
Dari
sekian pasal dalam KEGI, ada pasal yang mengatur tentang hubungan guru dengan
murid atau peserta didik. Pada Bagian Tiga Pasal 6, hubungan itu dijelaskan
sebagai berikut:
I.
Guru berperilaku secara
profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
II.
Guru membimbing peserta didik untuk
memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai
individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
III.
Guru mengakui bahwa setiap peserta didik
memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas
layanan pembelajaran.
IV.
Guru menghimpun informasi tentang peserta
didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
V.
Guru secara perseorangan atau
bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan
mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang
efektif dan efisien bagi peserta didik.
VI.
Guru menjalin hubungan dengan peserta didik
yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan
fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
VII.
Guru berusaha secara manusiawi untuk
mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi
peserta didik.
VIII.
Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha
profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
IX.
Guru menjunjung tinggi harga diri,
integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
X.
Guru bertindak dan memandang
semua tindakan peserta didiknya secara adil
XI.
Guru berperilaku taat asas kepada hukum
dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
XII.
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya
untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan
peserta didiknya.
XIII.
Guru membuat usaha-usaha yang rasional
untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses
belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
XIV.
Guru tidak membuka rahasia pribadi
peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan
kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
XV.
Guru tidak menggunakan hubungan dan
tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar
norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
XVI.
Guru tidak menggunakan hubungan dan
tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan pribadi.
Sejumlah
16 poin di atas harapannya ditaati guru dalam hubungannya dengan murid atau peserta
didik. Jika sekiranya terjadi pelanggaran terhadap kode etik itu, jangan
sungkan melapor ke Dewan Kehormatan Guru untuk diproses dan ditindaklanjuti.
Jika kita berbicara tentang hubungan guru
dan murid, sebenarnya itu lebih mempunyai sifat yang relatif stabil. Dimana
ciri khas dari hubungan ini adalah bahwa terdapat status yang tak sama antara
guru dan murid. Guru itu secara umum diakui mempunyai status yang lebih tinggi
dan karena itu dapat menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan yang sesuai
dengan sifat hubungan itu. Bila anak itu meningkat didalam kelas ada
kemungkinan ia mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari yang lainnya.
Dalam hubungan guru dan murid biasanya
hanya muridlah yang diharapkan mengalami sebuah perubahan kelakuan sebagai
hasil belajar. Setiap orang yang mengajar akan mengalami perubahan dan menambah
pengalamannya, akan tetapi ia tidak diharuskan menunjukkan perubahan kelakuan,
sedangkan murid harus membuktikan bahwa ia telah mengalami perubahan kelakuan.
Perubahan kelakukan yang diharapkan
mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik, misalnya agar anak menguasai
bahan pelajaran tertentu. Mengenai hal-hal yang umum, yang kabur, tidak mudah
tercapai kesamaan pendapat, misalnya guru harus menunjukkan cinta kasih kepada
murid, apakah ia harus bertindak sebagai sebagai orang tua, atau sebagi
sahabat. Karena sifat tak sama dalam kedudukan guru dan murid, maka sukar bagi
guru untuk mengadakan hubungan yang akrab, kasih sayang maupun sebagai teman
dengan murid. Demi hasil belajar yang diharapkan diduga guru itu harus
dihormati dan dapat memelihara jarak dengan murid agar dapat berperan
sebagai model bagi muridnya. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan guru
untuk lebih dekat (berhubungan ) dengan murid:
a)
Guru
secara eksplisit mengadakan komunikasi dengan murid sehingga ia mengetahui apa
yang terjadi dan bisa mencegahnya.
b)
Ikut
banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menggangu tetapi tidak terlalu
asyik dengannya.
c)
Membina
arus perubahan kegiatan
d)
Mengelola
resitasi dengan cara yang bisa membuat murid sibuk (misalnya, menciptakan
ketidakpastian tata aturan yang mewajibkan murid)
Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan
murid bila dalam memberikan pelajaran dalam kelas hubungan itu tidak sepihak
tetapi harus hubungan secara interaktif dengan partisipasi yang
sebanyak-banyaknya dari pihak murid. Hubungan itu akan lebih efektif dalam
kelas yang kecil daripada di kelas yang besar.
Ada beberapa jenis hubungan yang terjadi
antara guru dan murid, dimana hubungan itu saling mempengaruhi antara yang satu
dengan yang lain, yaitu:
Ø Hubungan antara hasil belajar murid dengan kelakuan
guru; dalam suatu penelitian ternyata bahwa pertambahan pengetahuan murid dalam
pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru itu oleh murid. Jadi
guru yang disukai, yang ramah, suka bergaul dengan murid, yang sering dimintai
nasehat mengenai soal-soal pribadi, ternyata bukan guru yang efektif dalam
menyampaikan ilmu.
Ø Kelakuan murid berhubungan dengan kelakuan guru; pada
umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap kelakuan guru dapat bersifat
menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri dengan perintah guru atau
menentangnya. Anak yang menunjukkan kerjasama, turut memberikan sumbangan
fikiran, memberi bantuan dan dengan demikian memperlancar kegiatan pelajaran.
Tidak semua kelakuan guru berhubungan dengan kelakuan murid. Tetapi kalau kita
melihat sebuah realita dalam dunia pendidikan kita, terlihat bahwa jika seorang
guru melakukan dominatif dalam kelas (dominasi) terhadap muridnya maka kelakuan
dari murid menunjukkan sikap tidak bekerjasama. Dan guru yang melakukan
dominatif terhadap murid akan ditiru oleh murid dengan melakukan dominatif
terhadap murid yang lainnya.
Secara singkatnya, walaupun dalam banyak
aspek peranan guru dan murid tidak seimbang, konseptualisasi interaksi antara
guru dan murid berasumsi bahwa guru dan murid saling mempengaruhi satu dengan
yang lainya. Guru dan murid memberikan reaksi terhadap struktur peranan kelas
dengan aneka ragam cara, dan banyak guru lebih menggantungkan pada otoriter
dari pada personal resource. Itu terbukti dengan pengalaman yang saya alami
saat masih SD (walaupun tidak semua). Guru memberikan tugas seenaknya saja
tanpa memahami kondisi anak, bahkan ketika anak melakukan tindakan yang salah
menurut guru langsung dipukul tanpa memberikan kesempatan kepada anak untuk
menjelaskan yang terjadi maupun membela diri.
Menurut Nasution hubungan antara
guru dan murid memiliki hubungan yang relatif stabil.
a.
Ciri khas
dari hubungan ini adalah terdapat status yang tak sama antara guru dan murid.
Guru itu secara umum diakui memiliki status yang lebih tinggi dan karena itu
dapat menuntut murid untuk menunjukan kelakuan yang sesuai dengan sifat
hubungan itu. Bila anak itu meningkat
sekolahnya ada kemungkinan ia mendapat kedudukan yang lebih tinggi dan
sebagai sisiwa pasca sarjana ia dapat diperlakukan sebagai manusia yang matang
dan dewasa, jadi masih banyak sedikit dengan status yang mendekati status
dosen. Namun hubungan guru murid dari masa sebelumnya masih melekat dan masih
susah dihilangkan, setidaknya di negara kita ini. Guru atau dosen sedikit masih
turut berkuasa atas nasib siswa dan selalu dapat berlindung dibelakang
posisinya yang serba kuasa itu.
b.
Dalam
hubungan guru murid biasaanya hanya murid diharapkan mengalami perubahan
kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar pasti mengalami
perubahan dan menambah pengalamannya, akan tetapi ia tidak diharuskan atau
diharapkan menunjukan perubahan kelakuan, sedangkan murid harus memperlihatkan
dan membuktikan bahwa ia telah mengalami perubahan kelakuan.
c. Aspek ketiga ini bertalian dengan aspek kedua, yakni
perubahan kelakuan yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih
spesifik, misal agar anak menguasai pelajaran tertentu. Mengenai hal yang umum,
yang kabur, tidak mudah tercapai kesamaan pendapat, misal apakah guru harus
menunjukan cinta kasih kepada murid, apakah ia harus bertindak sebagai orang
tua, atau sebagai sahabat. Karena sifat tak sama dalam hubungan guru murid,
maka sukar bagi guru untuk mengadakan hubungan akrab, kasih sayang, atau sebagai
teman dengan murid. Demi hasil yang diharapkan diduga guru itu harus dihormati
dan dapat memelihara jarak dengan murid agar ia dapat berperan sebagai model bagi
muridnya.
Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan murid
bila dalam memberikan pelajaran dalam kelas hubungan itu tidak sepihak, seperti
terdapat dalam metode ceramah, akan tetapi hubungan interaktif dan partisipasi yang
sebanyak-banyaknya dari pihak murid. Hubungan itu akan lebih efektif dalam
kelas yang lebih kecil dari pada kelas
yang lebih besar. Kalau kita mengambil sebuah analisa dari pengalaman
yang kita jalani ketika masih sekolah (SD, SMP, dan SMA), terlihat bahwa
seorang guru berperan sangat otoriter (walaupun tidak semuanya). Tetapi kita
bisa melihat, guru terkadang memberikan sesuatu kepada murid dikelas dengan
menggunakan kekuasaanya. Ada unsur pemaksaan yang terjadi ketika proses belajar
mengajar di kelas. Kemudian timbullah sebuah pertanyaan apakah peran guru itu
selalu bersifat otoriter? Artinya guru menggunakan kekuasaan untuk mendidik
anak. Sementara itu tidak semua murid dapat menerima sikap maupun sifat dari
guru yang seperti itu.
Mengutip dari bukunya Sanapiah Faisal, ternyata peran
guru itu tidak selamanya otoriter. Ada tiga gaya dari guru sehubungan dengan
mengajarkan anak di dalam kelas yaitu Otoriter, Demokratis, dan Laissez-fire.
Otoriter seperti yang dijelaskan tadi
bahwa guru yang otoriter tujuan umum, keegiatan khusus, dan prosedur kerja
kelompoknya semuanya didekte oleh pemimpinnya. Akan tetapi pemimpinnya tetap
menjauhkan diri dari artisipasi aktif kecuali apabila menunjukkan atau
memberikan tugas. Kemudian kalau demokratis semua kegiatan dan prosedur kerjanya ditetapkan secara
keseluruhan. Pemimpinnya ikut aktif dan berusaha menjadi anggota biasa dengan
semangat tanpa melakukan teerlalu banyak kerja. Laissez-fire maksudnya adalah kebebasan sepenuhnya bagi kelompok maupun
individu untuk menentukan keputusan, dengan sedikit partisipasi dari pemimpin
atau dalam hal ini adalah guru.Jadi disini seorang guru harus bisa berperan
sebagai seseorang yang dapat memimbing anak didik secara formal dalam kaitannya
dengan pendidikan di dalam kelas.
Untuk peran guru dalam situasi informal, yang mana
situasinya berbeda dengan situasi di dalam kelas. Seorang guru dapat mengendorkan
hubungan formal dan jarak sosial. Misalnya sewaktu rekreasi, berolah raga,
berpiknik atau kegiatan lain yang di luar kelas (formal). Murid-murid biasanya
menyukai guru yang pada saat itu dapat bergaul dengan lebih akrab dengan
mereka, dapat tertawa dan bermain terlepas dari pangkat keformalan. Jadi guru
itu harus bisa menyesuaikan diri atau perannya terhadap situasi sosial yang
sedang dihadapi. Dan peran ini hanya bisa di lakukan ketika berada pada situasi
yang informal, jika dilakukan di dalam kelas (formal) maka akan menimbulkan
kesulitan kedisiplinan bagi muri itu sendiri.
Pada satu pihak seorang guru memang harus bersikap
otoriter untuk mengonterol kelakuakn murid dan mendidik anak agar bersikap
disiplin. Tetapi dilain pihak seorang guru harus bersikap bersahabat dengan
murid dan memberikan kebebasan kepada murid dalam menentukan arah pikirannya.
Tetapi kalau kita lihat realita yang ada kebanyakan guru lebih bersikap
otoriter dari pada demokratis kepada muridnya. Untuk itu perlu kiranya ada
sebuah sosialisasi dari semua pihak yang terkait agar sikap-sikap yang terlalu
otoriter dari guru ini dapat di minimalisir sedemikian rupa, sehingga peran
guru tidak lagi dicap sebagai orang yang jelek, menyeramkan atau tidak
mengenakan bahkan tidak lagi berwibawa dimata para murid-muridnya.
Penulis beranggapan jika hubungan
guru dan murid adalah simbio mutualisme yaitu saling menguntungkan satu sama
lain. Seorang guru membutuhkan murid sebagai objek pentrasferan ilmu yang
dimiliki tentunya selain sebagai mata pencahariannya. Begitupun dengan murid
yang membutuhkan guru sebagai menthornya, karena guru dianggap yang paling
mumpuni dalam hal pendidikan.
3. Hubungan Antar Murid
Kelas bagi murid-murid dapat dipandang sebagai sistem
persahabatan dan hubungan-hubungan sosial dan struktur sosial ini lebih
bersifat tidak formal. Dalam lingkungan kelas diketahui bahwa murid yang satu
dengan yang lain itu saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Dan aspek
yang paling menonjol dari hubungan ini adalah perasaan murid terhadap
satu sama lain, apakah itu perasaan cinta (kasih sayang) ataupun perasaan
benci.
Ada dua metode utama yang digunakan dalam mempelajari
struktur informal para murid. Yang pertama dan paling banyak adalah metode
sosiometri. Dalam garis besarnya, kita menanyakan kepada murid siapakah
diantara murid-murid, satu orang atau lebih, yang paling disukainya sebagai
teman belajar, menonton bioskop, diundang kepesta atau kegiatan lainnya, atau
sebaliknya yang paling dia tidak sukai, yang tidak dianggapnya sebagai teman.
Dari hasil pertanyaan yang diajukan kepada murid dalam kelas itu dapat disusun
suatu diagram yang disebut sosiogram yang secara visualnya jelas menunjukkan kedudukan
seseorang dalam hubungan sosial dengan murid-murid lainnya. Sosiogram itu dapat
memperlihatkan pengelompokkan atau klik dikalangan murid-murid dalam kelas.
Kemudian metode yang kedua adalah metode partisipasi-obserfasi, yakni sambil turut berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok selama beberapa waktu mengadakan observasi tentang kelompok. Melalaui
observasi yang dilakukan pengamat menganalisis kedudukan setiap murid dalam
hubungannya dengan murid-murid yang lain dalam kelompok itu. Disuatu kelas kita dapat menemukan
beberapa macam hubungan murid dengan murid yang lainnya, diantaranya hubungan
berdasarkan usia dan tingkat kelas, kelompok persahabatan di dalam kelas.
Murid-murid di suatu kelas, yang pada umumnya
mempunyai usia yang sama cenderung menjadi sebuah kelompok yang merasa bahwa
dirinya mampu untuk menghadapi kelas yang lain, bahkan menhadapi guru. Kita
bisa mengambil contoh dalam pertandingan dan pristiwa-pristiwa yang menyangkut
nama dan kehormatan kelas itu. Terhadap kelas yang lebih tinggi mereka merasa
dirinya adalah orang bawahan sebagai adik dan harus menunjukkan ras hormat dan
patuh. Sebaliknya terhadap kelas yang bawah mereka merasa sebagai atasan.
Antara murid-murid yang berbeda tingkat kelasnya terdapat hubungan atasan dan
bawahan, atau kakak-adik. Murid-murid yang tinggi kelasnya mempunyai kekuasaan
dan kontrol terhadap murid-murid yang kelasnya lebih rendah dan usianya lebih
muda. Dalam tiap kelas terdapat pula bermcam-macam kelompok, tetapi kelompok
itu hanya terbatas pada struktur dalam kelas itu saja.
Kemudian berbicara tentang kelompok persahabatan di
dalam kelas pembentukkannya itu mudah. Suatu kelompok terbentuk bila dua orang
atau lebih saling merasa persahabatan yang akrab dan karena itu ia banyak
bermain bersama, sering bercakap-cakap, merencanakan dan melakukan
kegiatan-kegiatan di dalam maupun di luar kelas. Mereka merasakan apa yang di
alami oleh salah seorang anggota kelompoknya dan saling menungkapkan apa yang
terkandung dalam dirinya (sebagai teman curhat).
Keanggotannya bersifat sukarela dan tak formal.
Seorang diterima dan ditolak atas persetujuan bersama. Walaupun kelompok ini
tidak mempunyai peraturan yang jelas tetapi ada nilai-nilai yang dijadikan
dasar dalam melakukan atau menerima anggota. Mereka merasa kuat dan penuh
percaya diri karena rasa persatuan dan kekompakan yang mereka miliki diantara
mereka. Mereka mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan
individual. Tidak jarang dengan prinsif yang mereka pegang seperti itu sering
terjadi konflik dengan orang tua, guru, dan yang lainnya.
Secara ringkasnya dapat diambil sebuah kesimpulan
sementara bahwa murid yang satu dengan yang lainnya itu memiliki hubungan
antara yang satu dengan yang lainnya dalam sebuah kelas. Dimana hubungan itu
memiliki pengaruh terhadap struktur yang terjadi dalam kelas tersebut. Biasanya
pengelompokan yang terjadi dalam sistem sosial kelas tersebut membawa pengaruh
terhadap anggota dalam kelompok tersebut. Pengaruhnya bisa positif tetapi bisa
juga negatif.
Disuatu sekolah dapat kita temukan macam-macam
kedudukan murid dan hubungan antar murid:
·
Hubungan
kedudukan berdasarkan usia dan tingkat kelas.
·
Struktur
sosial berhubung dengan kurikulum.
·
Kelompok
persahabatan di sekolah
·
Hubungan
antara struktur masyarakat dengan pengelompokan sekolah.
·
Kelompok
elite.
·
Kelompok
siswa yang memiliki organisasi formal.
Penulis berpendapat jika hubungan
antar murid berawal dari sebuah kelas yang dimana banyak tidak dianggap dalam
struktur sosial yang ada. Asal diketahui saja berawal dari kelas inilah
hubungan-hubungan dalam struktur sosial ini dimulai. Hubungan antar murid yang
terjalin dalam kelas akan meimbulkan sesuatu yang nanti dimana seorang guru
akan masuk kedalamnya dan gurupun terus menceritakan berbagai hal yang
dialaminya dalam kelas baik itu vertikal yaitu keatas (kepada atasan-atasannya)
maupun horizontal yaitu kesamping (kepada rekannya).
G. STRUKTUR SOSIAL BERHUBUNGAN DENGAN
KURIKULUM
Kurikukulum? Apa itu kurikulum? Kurikulum dalam
kamus Bahasa Indonesia memiliki pengertian “Garis besar program pengajaran
tentang materi waktu dan pembagian tugas lainnya”.
Pada dasarnya tidak ada diferensiasi dalam kurikulum
berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Murid-murid SD, SMP, SMA dan sederajatnya,
pria maupun wanita mengikuti pelajaran yang sama. Mungkin disana-sini hanya ada
perbedaan kecil, misal mayoritas sepak bola hanya diikuti para murid pria,
sedangkan ketrampilan menjahit lebih sesuai dengan murid wanita.
Lalu dimanakah kedudukan kurikulum? “Kurikulum
memiliki kedudukan yang sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan”.Jadi kurikulum hanya mengarahkan saja dan tidak pernah membedakan antara satu
sama lain baik itu murid pria maupun murid wanita.
Sebuah pertanyaan penting muncul dibenak penulis,
setiap murid SMA dan sederajat pasti akan disuruh memilih untuk memasuki
jurusan. Semua murid hampir dipastikan berlomba-lomba untuk dapat masuk jurusan
IPA dari pada jurusan IPS. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang
beranggapan jika masuk IPA berarti anak itu memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dari pada anak IPS. Apakah semua murid menengah atas merasa tertekan
dengan adanya hal itu? Apakah ini termasuk diferensiasi yang negatif? Sebuah
pertanyaan besar bagi kita.
H. PENGARUH LUAR TERHADAP DUNIA SEKOLAH
Berbagai hal diluar sekolah yang dapat mempengaruhi
sistem sekolah antara lain:
(1) pengaruh terhadap peranan murid, (2) pengaruh
terhadap peranan guru, (3) pengaruh terhadap sekolah.
1.
Pengaruh tehadap Peranan Murid
Peranan murid antara lain ditentukan oleh guru akan
tetapi juga pandangan masyarakat terhadap peranan murid, antara lain keluarga,
teman, model-model kelakuannya termasuk tokoh-tokoh media massa. Orang tua
dapat mempengaruhi sikap anak terhadap otoritas guru, dapat mendudkung atau
mencela guru dalam tindakannya. Orang tua dapat membantu mengerjakan tugas
anaknya atau menugaskan anak melakukan berbagai pekerjaan yang menghalangi anak
belajar di rumah. Status sosial bertalian dengan aspirasi orang tua dan
prestasi belajar murid. Orang tua yang berada dapat menyediakan berbagai
fasilitas belajar bagi anaknya.
Kelompok sepermainan yang mempunyai sub-kebudayaan
tersendiri dapat menambah motivasi anak belajar atau justru menyelewengkan anak
kepada kegiatan yang merusak pelajaran. Bagaimana memanfaatkan kelomopok itu
untuk kebaikan pendidikan masih merupakan masalah bagi para pendidik.
Dalam dunia modern ini anak dipengaruhi oleh
berbagai tokoh film, TV, majalah, komik, dan lain-lain yang dijadikan anak
sebagai model yang dapat mempengaruhi kelakuan anak. Oleh karena itu media
massa dapat merusak hubungan guru dengan murid melalui tokoh kriminal yang
dipujanya.
Selain itu interaksi sosial dan budaya yang dialaminya, juga dapat menimbulkan
permasalahan-permasalahan dari dalam kehidupan mereka. Pada saat tersebut,
mereka pun secara jelas sedang mengalami goncangan-goncangan yang sering
bermakna pada anggota badannya hingga membingungkan.
Dalam kehidupan antar bangsa yang
tidak dapat kita hindarkan adalah terdapatnya interaksi budaya dan norma antar
barat dan timur dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kita ketahui dan
sadari setiap interaksi sosial akan memberikan pengaruh satu dengan yang lain,
baik langsung ataupun tidak langsung, sedikit ataupun banyak pengaruh tersebut
dapat berbentuk adaptasi yang positif, dalam arti tidak menimbulkan kegoncangan
dan permasalahan. Namun tidak jarang dapat merusak dan mencemaskan serta
merugikan kebudayaan bangsa yang dihormati dan diamalkan aspek-aspeknya. dalam
kehidupan sehari-hari bukan tidak mungkin akan terdesak dan semakin
ditinggalkan oleh mereka yang sangat tertarik, bahkan tergila-gila dengan
unsur-unsur budaya asing. Kenyataan menunjukan bahwa kadangkala orang timur
yang terpesona dengan kebudayaan barat akan hidup dengan pola kebarat-baratan
dan antipati terhadap budaya bangsa sendiri.
Salah satu gejala sosial yang
paling sederhana, dapat dilihat pada permasalahan perasaan malu. Jika dulu
perasaan malu dominan dalam kehidupan masyarakat, namun kini perasaan tersebut
semakin menipis dan menguap, sehingga melicinkan mereka untuk melakukan hal-hal
yang semula di pandang kurang bahkan tidak pantas. Di antara pengaruh dunia Barat yang tertanam pada bangsa kita, khususnya
anak usia sekolah adalah sebagai berikut:
I.
Selebmania
Seleb berarti ternama, kesohor atau figur. Selebritis berarti orang ternama, kesohor atau yang
dijadikan figur, selebmania berarti pengagung berat tokoh-tokoh ternama
tersebut. Tokoh ternama yang dimaksud adalah artis atau mereka yang terjun di
dunia hiburan baik sebagai penyanyi, bintang film, sinetron, foto model,
peragawati, atau presenter dunia hiburan.
Selebmania, kultusme atau kekaguman yang berlebihan
terhadap artis. Sekarang sudah menjadi wabah penyakit baru dikalangan remaja
modern, para remaja dengan tanpa melihat moral artis tetap saja tergila-gila
dengan sosok artis idolanya. Bahkan tak terbatas sampai di
sana, merekapun berlomba meniru artis pujaannya itu.
II.
Premium Call
Untuk golongan menengah ke atas
terutama mereka yang memiliki jaringan telepon rumah dan headphone, perluang
untuk berbuat maksiat terbuka lebar. Dan tak dapat dipungkiri ada juga
premium call untuk tujuan positif premium call pada hakekatnya merupakan salah
satu kemudahan yang dihasilkan oleh jaringan komunikasi pintar (intellegent
network) dilingkungan PT melalui premium call dapat diperoleh berbagai
informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi yang mungkin
diperlukan masyarakat yaitu informasi umum/layanan masyarakat, hiburan,
bisnis/ekonomi dan informasi langsung.
Kenyataan di
lapangan premium call banyak disalah gunakan kini premium call bukan hanya
sebagai alat komunikasi saja. Tetapi bentuk hand phone kini dianggap sebagai
asesoris untuk pelengkap penampilan sebagai penambah gaya, modis dan trendy,
mereka merasa malu/tidak gaul kalau tidak mempunyai alat tersebut, dan dan
mereka tidak mau ketinggalan zaman sehingga apa pun caranya mereka lakukan
untuk bisa membeli alat tersebut.
III.
Diskotik dan Pub
Diskotik atau Pub sudah dikenal
sejak zaman penjajahan. Tempat ini sudah dimafhumi sebagai tempat maksiat.
Diskotik bukan saja tempat ajojing atau diskotik tapi juga khalwat, ikhtilat pamer aurat mejeng tak
karuan. Bahkan transaksi seks tempat tersebut dikenal pula sebagai tempat
mabuk-mabukan dan transaksi narkoba.
IV.
Punk Club
Kelompok
punk muncul pertama kali pada tahun 1975. punk sendiri artinya bahasa slang
untuk menyebut penjahat atau perusak, sama seperti pendahulunya. kaum punk juga menyatakan dirinya lewat dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang punk
menyatakan dirinya sebagai golongan yang anti fashion dengan semangat dan etos
kerja semuanya dikerjakan sendiri (do-it yourself) yang tinggi.
Ciri khas
dari punk adalah celana jeans sobek-sobek peniti cantel (safety pins) yang
dicantelkan atau di kenakan di telinga, pipi, aksesoris lain seperti swastika,
kalung anjing, dan model rambut spike-top dan mohican. Model rambut spike-top
atau model rambut standar kaum punk sementara model rambut mohican atau biasa
disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang menggabungkan gaya spike-top
dengan cukur di bagian belakang dan samping untuk menghasilkan efek bentuk
bulu-bulu yang tinggi, atau sekumpulan krucut. Kadang-kadang
mereka mengecet rambutnya dengan warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink,
ungu dan orange.
Punk adalah kelompok remaja radikal yang menentang berbagai bentuk
kemapanan hidup bebas tanpa aturan adalah kehidupan yang didambakannya.
Dandanan yang tidak karuan seperti itu bagi mereka sebuah kemajuan. Para orang
tua hendaknya dapat membentengi putra-putrinya dengan pondasi moral yang kokoh
agar anak tidak terjerumus dalam kelompok berbahaya ini.
V.
Narkoba dan Miras
Tidak ada hubungannya narkoba dengan prestasi, gengsi, kemajuan zaman.
Apalagi modernisasi narkoba (narkotik dan obat-obatan berbahaya), naza
(narkotika dan zat adiktif) atau ada yang menyebut napza (narkotik psikopika
dan zat adiktif) adalah produk zahiliyah yang dibuat manusia yang kehilangan
sifat kemanusiaannya. Karena itu sangatlah hina remaja yang merasa modern dengan
narkoba dan miras, yang saat ini ramai di bicarakan di mana-mana.
Ekses negatif narkoba bukan hanya terbatas pada kesehatan pisik dan psikis
si pemakai, tapi juga akan diikuti dengan ekses sosial ekonomi yang sangat
merugikan. Perkelahian pelajar, pencurian, perampokan dan kejahatan lainnya.
Umumnya ekses dari narkoba dan miras.
Jelaslah
bahwa maraknya berbagai jenis narkoba dan miras sekarang ini telah jelas-jelas
membunuh para generasi muda yang seharusnya memikul tanggung jawab sebagai
generasi penerus.
VI.
Sek Bebas
Ciri-ciri
ideal mewujudkan negeri baldatun thayyibatun warobbun ghafur yang diceritakan
sejak dulu, semakin jauh panggang dari api. Cita-cita itu
hanya hinggap didunia impian dan sekedar fatamorgana yang indah di pandang,
namun realitasnya sangat menyakitkan. Saban hari kebebasan di
dengung-dengungkan, namun kenyataannya (kebebasan itu) hanya memperlebar borok
masa silam.
Kebobrokan semakin telanjang. Indonesia makin terbelenggu syahwat (harta,
tahta dan wanita), kenyataan menjadi malapetaka dan ironisnya, Indonesia
semakin tenggelam dalam hubungan syahwat dan bermandikan birahi korupsi,
kolusi, nepotisme, perselingkuhan, perzinahan, pelecehan seksual dan obral
aurat bukan barang yang aneh lagi.
Tapi masalahnya lain, jika justru hal itu terjadi di negara yang dianggap
sangat kental keagaamannya seperti halnya di Indonesia, akan ditemukan disana
unsur-unsur pelanggaran birahi yang kental.
Munculnya dorongan seksual pada kaum remaja dipicu oleh perubahan dan pertumbuhan hormon
kelamin sebagai akibat dari kematangan mental dan fisik free sex atau sex
bebas, nampaknya sudah menjadi trend bagi remaja modern. Prilaku yang
diadopsi dari prilaku remaja barat ini seolah mendapat pembenaran media.
Terbukti saban hari tayangan mengenai free sex dan free love menjadi tema utama
dalam sebagian besar film dan sinetron yang di tanyangkan televisi. Akibatnya,
para remaja beranggapan seks bebas adalah hal yang lumrah diera modern ini.
Padahal sex
bebas bukan saja merusak martabat manusia, tapi juga dengan sengaja
mensejajarkan diri dengan binatang. Seks bebas atau zina sudah jelas dosa
besar. Kehidupan muda-mudi tingkat SMA dan perguruan tinggi yang umumnya
mengaku Islami. Menurut berbagai pemberitaan media, dan penuturan pakar
seksologi, banyak dikalangan ini yang berobat karena kelemahan di kelaminnya
sebagian sudah terjangkit penyakit seksual dan sebagain lagi baru gejala.
2.
Pengaruh Luar tehadap Guru
Peranan guru sebagian ditentukan oleh harapan atasan
dan kepala sekolah. Murid sendiripun jarang menemui kedudukan guru. Akan tetapi
pihak luar dapat mempengaruhi peranannya, antara lain: (1) orang tua murid, (2)
perkumpulan guru, (3) keluarga dan teman sepergaulan guru.
Walaupun orang tua jarang berhadapan
dengan guru, kecuali dalam hal-hal khusus, peran orang tua besar atas kelakuan
guru. Setiap guru tahu bahwa anak-anak menceritakan kepada orangtuanya apa yang
terjadi disekolah dan secara berkala orangtua mendapat laporan dari hasil
belajar dan kelakuan murid. Kesadaran itu akan menentukan tindakan guru
terhadap anak.
Perkumpulan guru dapat mempengaruhi
guru dan mengharapkan agar guru-guru memegang teguh pada etika guru. Dan
disinilah guru diharapkan akan saling sharing tentang masalah masalah yang dijumpainya
atau yang menghambatnya. Hingga batas tertentu guru juga dapat dipengaruhi oleh
keluarganya sendiri dan orang-orang yang berada pada lingkungan sosialnya.
Baik dari wali murid, teman, atau
keuarga sekalipun seorang guru haruslah bisa memilah mana yang baik dan mana
yang buruk. Saat guru dapat membedakannya lalu mengambil dan menerapkan
berbagai hal-hal yang baik bagi sebuah proses pendidikan, inilah yang pantas
menjadi panutan bagi semuanya.
3.
Pengaruh Luar terhadap Sekolah
Tiap sekolah berada pada lingkungan sosial tertentu
yakni masyarakat sekitar, daerah maupun negara. Norma-norma yang berlaku pada
masyarakat sekitar mau tak mau harus dihormati guru. Dalam masyarakat terdapat
kelompok-kelompok yang dengan sengaja ingin mempengaruhi apa yang diajarkan
kepada anak-anak seperti: golongan usahawan, buruh, patriot, agama, veteran,
tentara, politik dan sebagainya, tentu saja melalui pemerintah. Sekolah tak
dapat tiada menjalankan kurikulum dan segala aturan yang ditentukan oleh
negara.
Dalam orientasi dan tujuan pendidikan jelas akan
diwarnai oleh masyarakat, mengingat masyarakat merupakan lembaga masyarakat. Identitas
suatu masyarakat dan dinamikanya senantiasa membawa pengaruh terhadap orientasi
dan tujuan pendidikan. Hal ini dikarenakan sekolah merupakan institusi yang
dilahirkan dari, oleh dan untuk masyarakat. Program pendidikan disekolah
biasanya tercermin didalam kurilkulum, yang dimana kurikulum ini selalu
berubah-berubah sesuai dengan perkebangan masyarakat. Pengaruh identitas suatu
masyarakat terhadap program-program pendidikan, biasanya dibuktikan dengan
berbedanya orientasi dan tujuan pendidikan. Hal ini desebabkan setiap
masyarakat memiliki ciri khas dalam orientasi dan tujuan pendidikan tersendiri.
Berlangsungnya proses pendidikan disekolah tidak
lepas dari pengruh masyarakat, pengaruh masyarakat yang dimaksud adalah
pengaruh sosial budaya dan pertisipasinya. Pengaruh sosial budaya biasanya
tercermin dalam proses belajar baik yang berkaitan dengan pola aktifitas
pendidikan maupun anak didik di dalam proses pendidikan. Nilai sosial budaya masyarakat
bisa menjadi penghambat dan pendukung terhadap proses pendidikan. Oleh karena
itu usaha pembaharuan terhapat proses pendidikan disekolah, mesti
memperhitungkan pengaruh sosial budaya dari masyarakat lingkungan.
Namun dalam prakteknya peranan politik sangat
berpengaruh terhadap sekolah. Hal ini dapat kita buktikan biala ada pemimpim
yang baru hampir pasti ada kebijakan baru tentang pendidikan. Dalam hal ini
sekolah tak punya daya dan upaya karena sekolah harus menaati peraturan yang
terbit di masyarakat sekitar. Meskipun seringkali aturan-aturan yang dibuat
merugikan bagi sekolah. Dan inilah realita yang ada dalam masyarakat kita,
meskipun kita pahit menerimanya.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, S, Sosiologi
Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Askara, 2004.
Siagian, S.P, Bunga
Rampai Manajemen Modern, Jakarta: Gunung Agung,1983.
Mustakim, Zaenal, Strategi dan Metode Pembelajaran, Pekalongan: STAIN Press, 2011.
Faisal, Sanapiah, Sosiologi
Pendidikan, Jakarta: Usaha Nasional.
Nawawi, Hadan, Administrasi Pendidikan,
Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 2000.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, Pekalongan: STAIN Press,
2012.
Hornby, AS, Oxford Edvanced Dictionary of English.
London: Oxford University Press, 1990.
Yukl, Gary A, Leadership in Organization
(Kepemimpinan dalam Organisasi), terj. Wahjosumidjo, Jakarta: Prenhallindo,
2002.
Rumapea, Patar, Jurnal
Ilmu pendidikan, 2005.
Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 260 dan 261 Tahun 1996.
Djakap P, Kamus
Bahasa Indonesia, Surakarta: Pustaka Mandiri.
Sukmadinata, Nana S, Pengembangan Kurikulum: Teori
dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1997.