Sang Nahkoda (6)
Susilo Bambang Yudhoyono
Jend.
TNI (Purn.)
Prof.
Dr.
H. Susilo Bambang
Yudhoyono GCB AC
lahir di Pacitan, Jawa Timur,
Indonesia,
9 September
1949, ia adalah Presiden Indonesia
ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004 hingga 20 Oktober
2014. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu
Presiden 2004. Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode
kedua dengan kembali memenangkan Pemilu
Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono.
Sejak era reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan
masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk periode
kedua.
Yudhoyono
yang dipanggil "Sus" oleh orangtuanya yang kemudian media mempopulerkannya dengan panggilan "SBY" melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya
di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan
militer. Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono. Karier
militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman
Wahid sebagai Menteri
Pertambangan dan Energi pada tahun 1999.
Tampil
sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang
dilaksanakan pada 9 Maret
1998 dan Ketua Fraksi ABRI
MPR dalam Sidang
Istimewa MPR 1998. Pada 29 Oktober
1999, ia diangkat sebagai Menteri
Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman
Wahid. Pada tanggal 26 Oktober 1999, ia dilantik menjadi Menteri
Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai
konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.
Dengan
keluarnya Maklumat
Presiden pada 28 Mei 2001
pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah
khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum
secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan
pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi
politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam
Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.
Belum
genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang
mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001
oleh pemberi mandat karena terjadi ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan
pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan
presiden tidak pernah diterimanya.
Pada saat Megawati terpilih menjadi presiden
selanjutnya menggatikan Abdurahman Wahid yang dimakzulkan oleh legislatif,
namanya kembali masuk jajaran menteri pada Kabinet Gotong Royong. Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus
2001. Merasa tidak
dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret
2004.
Berdirinya
Partai Demokrat pada 9 September
2002 semakin menguatkan namanya untuk mencapai puncak
karier dalam dunai politik Indonesia. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober
2002, namanya kencang untuk
dicalonkan menjadi presiden
dalam Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004.
Setelah
mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, ia secara resmi
berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat
menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 % suara. Pada 10 Mei
2004, tiga partai politik
yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi
mencalonkannya sebagai presiden berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.
MPR
pada periode 1999–2004 yang mengamandemen
Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan
60,9 % suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat
sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat, dan tampil sebagai Presiden
Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober
2004 bersama Wakil
Presiden Jusuf Kalla.
Ia unggul dari pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi
pada pemilu presiden dan wakil presiden 2004.
Pemberantasan
kolusi,
korupsi,
dan nepotisme
(KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme
global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat
yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat. Pada masa
pemerintahannya dibentukalah lembaga negara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang hingga saat ini telah banyak mengungkap berbagai kasus korupsi yang
merugikan uang negara.
Pada
masa jabatannya, pemberantasan KKN dikenal tidak pandang bulu. Bahkan besan
dan orang-orang kepercayaannya yang tersandera kasus KKN, ia tidak
mengintervensi kasus hukumnya. Bukan hanya KKN akan tapi juga pemberantasan
terorisme mengalami kamajuan pesat. Hal ini juga diapresiasi oleh dunia
internasional.
Susilo
Bambang Yudhoyono juga membentuk Unit Kerja
Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP4R), sebuah lembaga
kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak pada saat
pembentukannya pada 26 Oktober 2006. Lembaga ini pada
awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar
seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla
dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP4R untuk memangkas kewenangan
Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY sendiri menjelaskannya
dalam sebuah keterangan pers.
Dalam bidang perekonomian,
di bawah kepemimpinan SBY, Indonesia sempat berada dalam tiga besar dunia dalam
hal pertumbuhan ekonomi selain Tiongkok dan India, serta membuat perekonomian
Indonesia salah satu yang terbesar di dunia. Dalam dunia pendidikan, ia
mengalokasikan 20 % APBN untuk kegiatan pendidikan di Indonesia. Serta program
wajib belajar 12 tahun.
Pada 2012, Susilo Bambang
Yudhoyono diundang ke kerajaan Inggris untuk menerima gelar Knight Grand
Cross in the Order of the Bath oleh Ratu Elizabeth II. Serta mendapat gelar
Doktor Honoris Causa dari berbagai Universitas di dunia dalam berbagai bidang. Dan
juga masih banyak gelar kehormatan lainnya dari berbagi pihak.
Meski memiliki rekam jejak
yang bagus yang dakui oleh dunia nasional dan internasional. Banyaknya kader Partai
Demokrat yang terkena kasus hukum sedikit banyak mengurangi citranya di
masyarakat lokal, karena Partai Demokrat yang dimana ia duduk sebagai ketua
umumnya dianggap gagal melakukan kaderisasi dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar