Langganan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Kamis, 12 Februari 2015

Sang Nahkoda (6)




Susilo Bambang Yudhoyono
Jend. TNI (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono GCB AC lahir di Pacitan, Jawa Timur, Indonesia, 9 September 1949, ia adalah Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004 hingga 20 Oktober 2014. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004. Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono. Sejak era reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk periode kedua.
Yudhoyono yang dipanggil "Sus" oleh orangtuanya yang kemudian media mempopulerkannya  dengan panggilan "SBY"  melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan militer. Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999.
Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa MPR 1998. Pada 29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Pada tanggal 26 Oktober 1999, ia dilantik menjadi Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.
Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.
Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena terjadi ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.
Pada saat Megawati terpilih menjadi presiden selanjutnya menggatikan Abdurahman Wahid yang dimakzulkan oleh legislatif, namanya kembali masuk jajaran menteri pada Kabinet Gotong Royong. Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004.
Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September 2002 semakin menguatkan namanya untuk mencapai puncak karier dalam dunai politik Indonesia. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya kencang untuk dicalonkan menjadi presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 % suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.
MPR pada periode 1999–2004 yang mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 % suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat, dan tampil sebagai Presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu presiden dan wakil presiden 2004.
Pemberantasan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat. Pada masa pemerintahannya dibentukalah lembaga negara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hingga saat ini telah banyak mengungkap berbagai kasus korupsi yang merugikan uang negara.
Pada masa jabatannya, pemberantasan KKN dikenal tidak pandang bulu. Bahkan besan dan orang-orang kepercayaannya yang tersandera kasus KKN, ia tidak mengintervensi kasus hukumnya. Bukan hanya KKN akan tapi juga pemberantasan terorisme mengalami kamajuan pesat. Hal ini juga diapresiasi oleh dunia internasional.
Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP4R), sebuah lembaga kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak pada saat pembentukannya pada 26 Oktober 2006. Lembaga ini pada awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP4R untuk memangkas kewenangan Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY sendiri menjelaskannya dalam sebuah keterangan pers.
Dalam bidang perekonomian, di bawah kepemimpinan SBY, Indonesia sempat berada dalam tiga besar dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi selain Tiongkok dan India, serta membuat perekonomian Indonesia salah satu yang terbesar di dunia. Dalam dunia pendidikan, ia mengalokasikan 20 % APBN untuk kegiatan pendidikan di Indonesia. Serta program wajib belajar 12 tahun.
Pada 2012, Susilo Bambang Yudhoyono diundang ke kerajaan Inggris untuk menerima gelar  Knight Grand Cross in the Order of the Bath oleh Ratu Elizabeth II. Serta mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari berbagai Universitas di dunia dalam berbagai bidang. Dan juga masih banyak gelar kehormatan lainnya dari berbagi pihak.
Meski memiliki rekam jejak yang bagus yang dakui oleh dunia nasional dan internasional. Banyaknya kader Partai Demokrat yang terkena kasus hukum sedikit banyak mengurangi citranya di masyarakat lokal, karena Partai Demokrat yang dimana ia duduk sebagai ketua umumnya dianggap gagal melakukan kaderisasi dengan baik.

0 komentar:

Posting Komentar