Hukum Li'an
Keluarga adalah unit sosial terkecil
dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan
perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Anggota keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu kesatuan yang kuat apabila terdapat
hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak. Hubungan baik ini
ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua
pribadi dalam keluarga. Interaksi antar pribadi yang terjadi dalam keluarga ini
ternyata berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia
(disharmonis) pada salah seorang atau beberapa anggota keluarga lainnya.
Pernikahan merupakan suatu akad yang
menjadikan Hukum yang asalnya haram menjadi halal, yaitu kebolehannya bergaul
antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling tolong menolong
diantara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban di antara keduanya.
Selama dalam ikatan pernikahan antara suami dan isteri banyak hukum yang menghalangi suami untuk tidak menggauli
isterinya, bahkan akan terjadi talaq seperti dalam ílla (Sumpah), Dzihar, dan
Li’an. Semua itu merupakan penghalang bagi suami untuk menggauli isterinya
tersebut.Li’an termasuk persoalan khusus
dalam talaq. Tulisan ini akan menjelaskan pengertian li’an, macam-macam
li’an, tata cara li’an, penetapan hukun li’an dan akibatnya.
Li’an adalah sumpah dengan redaksi
tertentu yang diucapkan suami bahwa
isterinya telah berzina atau ia menolak bayi yang lahir dari isterinya sebagai
anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya
yang dituduhkan padanya itu tidak benar.
Li’an adalah mashdar dari kata kerja
la’ana, yulaa’inu, li’aanan terambil dari kata alla’nu yang berarti kutukan,
jauh atau laknat.. Sedangkan menurut istilah syara’, li’an berarti sumpah
seorang suami dimuka hakim bahwa ia berkata benar tentang sesuatu yang
dituduhkan pada istrinya perihal perrbuatan zina. Jadi, suami menuduh istrinya
berbuat zina, dengan tidak mengemukakan saksi yang kemudian keduanya bersumpah
atas tuduhan tersebut.
Suami istri yang saling berli’an
akan berakibat saling dijauhkan oleh hukum dan diharamkan berkumpul sebagai
suami istri untuk selama-lamanya. Li’an mengakibatkan perceraian antara suami
istri selama-lamanya. Li’an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan
atau mengingkari anak dalam kandungan istrinya sebagai anaknya, sedangkan
istrinya menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut.
Li’an dapat dilakukan dalam dua
keadaan:
1. Apabila seorang suami menuduh
istrinya telah berzina, sedangkan ia tidak mempunyai empat orang saksi yang
melihat sendiri perbuatan itu dan bersedia bersaksi bahwa si istri memang telah
melakukan apa yang dituduhkan padanya. Akan tetapi, dalam hal ini, dibolehkanya
suami melakukan li’an terhadap istrinya hanyalah jika ia benar-benar yakin
bahwa istrinya telah berzina. Misalnya, dengan menyaksikan sendiri perbuatan
itu ataupun siistri mengakuinya, sementara ia (suami) benar-benar percaya akan
pengakuan istrinya itu. Walaupun demikian, yang lebih utama dalam keaadan ini
ialah menjatuhkan talaq terhadap siistri dan tidak perlu melakukan li’an
terhadapnya.
2. Apabila suami tidak bersedia
mengakui kehamilan istrinya berasal dari suaminya sendiri tetapi dari laki-laki
lain. Yaitu apabila ia mengklaim tidak pernah sekalipun, bersenggama dengan
istrinya itu sejak berlangsungnya akad nikah dengannya. Atau, ia menuduh
istrinya melahirkan anaknya kurang dari enam bulan sejak ia bersenggama
dengannya, atau lebih darisatu tahun setelah bersenggama dengannya.
Apabila seseorang menuduh orang lain
berzina, sedangkan saksi yang cukup tidak ada, maka yang menuduh itu harus atau
wajib disiksa (didera) 80 kali. Tetapi kalau yang menuduh itu suaminya sendiri,
dia boleh lepas dari siksaan tersebut dengan jalan li’an. Berarti suami yang
menuduh istrinya berzina boleh memilih antara dua perkara, yaitu didera
sebanyak 80 kali atau ia me-li’an istrinya.
Perlu diketahui bahwa sanksi orang
yang melakukan zina menurut hukum islam adalah didera seratus kali bagi ghoiru
mukhsan (belum menikah) dan tambahan dera bagi yang (telah atau sedang
menikah). Sedang bagi mereka yang
menuduh seseorang telah melakukan perzinaan dan tuduhan tersebut ternyata tidak
terbukti, hukuman yang akan diterimanya adalah delapan puluh kali dera.
Untuk menghindari akibat hukuman
fisik yang akan diterima keduanya, mereka melakukan bantahan melalui mula’anah.
Sebab kalau tuduhan diterima dan dibenarkan, hukuman dera/rajam pasti diterima
istrinya dan sebaliknya kalu tuduhan itu ditolak dan suami dianggap dusta,
hukuman delapan puluh kali rajam akan diterima suami. Jadi, li’an terjadi
karena sumpah suami istri.
Bentuk
sumpah yang diucapkan suami tersebut sebagai berikut,”saya persaksikan kepada
Allah bahwa tuduhan saya kepada istri saya bahwa istri saya telah berzina
adalah benar.” Dan bila ada anak yang dikandung istrinya , dia mengatakan bahwa
itu bukan anaknya .“perkataan itu hendaknya di ulang sebanyak empat kali.
Adapun ucapan yang kelima, redaksinya berbeda dengan yang empat kali, yaitu,
“atasku laknat allah sekiranya aku dusta dengan tuduhan ini.”
Kemudian
istri menyanggah tuduhan ini dengan melakukan sumpah dan mengatakan
bahwa,”suaminya itu berdusta”, sebanyak empat kali ucapan. Pada ucapan yang
kelima, redaksi kata-katanya berbeda, yaitu “aku menerima laknat allah, jika
ternyata ucapan suaminya itu benar.”
Firman Allah Swt Q.S. An-Nuur ayat
6-7 yang artinya : “Dan orang-orang yang
menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi
selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali
bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang
benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk
orang-orang yang berdusta.” (QS. An-Nuur, 6-7)
Menurut para alim ulama li’an
merupakan ketentuan yang sah menurut alquran, sunnah, qias, dan ijma’. Oleh
karena itu, tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama.sedangkan massa
berlangsungnya hokum li’an jumhur fuqaha berpendapat bahwa li’an berlangsung
hingga berakhirnya masa mengandung terpanjang.
Fuqaha Zahiri
berpendapat batas terpendek masa mengandung yang mewajibkan hukum li’an seperti
umumnya masa mengandung yaitu, Sembilan bulan dan masa yang mendekati Sembilan
bulan.
Dikalangan fuqaha juga tidak
diperselisihkan bahwa hukum li’an itu wajib dalam masa ishmah. Selebihnya
adalah menurut masa mengandung terpendek atau selama enem bulan yakni masa pada
saat anak itu lahir dalam masa enam bulan sejak waktu dukhul. Atau mulai dari
waktu suami menyetubuhi, bukan dari waktu akad nikah.
Sedangkan Abu Hanifah
berpendapat bahwa masa enam bulan dihitung sejak waktu akad, sekalipun
diketahui tidak dimungkinkan terjadinya persetubuhan. Dan Abu Hanifah berkata:
sekiranya seorang laki-laki setelah menikah pergi merantau, beberapa lama
kemudian datanglah berita kepada istrinya, bahwa ia telah mati. Setelah kabar
itu diperoleh dia beriddah. Seleseai beriddah dia menikah lagi dengan laki-laki
lain dan melahirkan beberapa anak. Sesudah hal yang demikian terjadi,
kembalilah suami yang pertama, maka menurut abu hanifah anak-anak ini
dibangsakan pada suami pertama. Sedang menurut asy syafi, malik, dan ahmad
dibangsakan kepada suami kedua.
Li’an dalam kompilasi hukum islam
dibahas dalam banyak pasal yaitu:
a) Pasal 125 :
li’an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-lamanya.
b) Pasal 126 :
li’an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zinaatau mengingkari anak
dalam kandungan istrinya. Sedang istrinya menolak tuduhan atau pengingkaran
tersebut.
c) Pasal 127 :
Tatacara li’an.
d) Pasal 128 :
li’an hanya sah apabila dilakukan dihadapan sidang pengadilan agama.
e) Pasal 162 :
akibat li’an, yaitu, bilamana li’an itu terjadi maka perkawinan itu putus untuk
selamanyadan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya
terbebas dari nafkah.
Akibat li’an suami, timbul beberapa
hukum:
1. Dia tidak
disiksa (didera).
2. Si istri
wajib didera (disiksa) dengan siksaan zina.
3. Suami istri
bercerai selama-lamanya.
4. Kalau ada
anak, anak itu tidak dapat diakui oleh suami.
Pihak istri setelah suami menyatakan
sumpah li’an itu hanya dapat terhindar dari hukuman zina apabila bersedia
menyatakan sumpah li’an pula.
Firman Allah Swt QS An-Nuur ayat 8-9
yang artinya : “Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali
atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang
dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu
Termasuk orang-orang yang benar.” (QS. An-Nuur, 8-9)
Kesimpulanya, li’an adalah sumpah
seorang suami yang berkata benar dihadapan hakim bahwa istrinya telah berzina
atau suami tidak mengakui anak yang di kandung istrinya Akan tetapi istrinya
berkata bahwa tuduhan tersebut tidak benar.
Sumber :
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru
Algesindo, 1994
0 komentar:
Posting Komentar