Langganan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Rabu, 31 Desember 2014

Sang Nahkoda (5)





Megawati Soekarnoputri
Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau umumnya lebih dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri atau biasa disapa dengan panggilan "Mbak Mega" lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947 adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 200120 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak dari presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno, yang kemudian mengikuti jejak ayahnya menjadi Presiden Indonesia.
Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR ini diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 19992001, ia menjabat Wakil Presiden pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada diri Megawati Soekarnoputri. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun selalu aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karier politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI. dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI. Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terpisah menjadi PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.
Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang". Mega sendiri memilih golput saat itu.
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi. Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain, dan memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan presiden adalah 373 banding 313 suara.
Akan tetapi, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
Masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
Meski sukses penyelenggarakan pemilu secara langsung yang merupakan bagian proses demokratisasi di Indonesia. Dibawah kepemimpinan presiden Megawati juga melakukan beberapa kesalahan diantaranya adalah :
1.      Menjual Indosat dan Telkomsel
Indosat dan Telkomsel termasuk dalam kategori Operator besar di Indonesia. Menjual Indosat dan Telkomsel merupakan suatu kesalahan besar. Bagaimana tidak, bila setiap hari masing operator berhasil menjual pulsa sebesar 5000 dikali jumlah penggunanya, maka hasilnya bisa anda hitung sendiri. Padahal pengguna operator tersebut diatas seratus jutaan, bayangkan uang sebegitu besar mengalir ke asing.
2.      Menjual gas alam ke Tiongkok
Pada tahun 2002 dibawah kepemimpinan Megawati, Indonesia menjual gas alam ke Tiongkok dengan harga sangat murah yaitu sebesar lima persen dari harga minyak dunia. Bila saat itu harga minyak 3000 rupiah maka saat itu dijual dengan harga 150 rupiah, perjanjian ini berlangsung selama 25 tahun dengan harga tetap. Meskipun harga minyak dunia naik dan turun tetap saja gas alam kita dijual dengan harga segitu.
3.      Sistem Outsource
Bagi buruh pasti akrab dengan Sistem Outsource. Dengan sistem ini perusahaan tidak langsung mengontrak kerja buruh, tetapi ada pihak ketiga yang menjadi calo. Ini ibarat memeras gula diatas tetesan keringat orang. Dengan sistem ini buruh dapat di PHK sewaktu-waktu dan tidak ada kepastian tentang jenjang karir.
4.      Melindungi koruptor
Semasa pemerintahan Megawati, pemberantasan korupsi tidak seperti ini. Kalaupun ada sangat kecil sekali. Dan budaya korupsi semenjak saat itu tidak hanya dilakukan oleh atasan, tapi semakin mengakar. Dulu Endin Wahyudin dihukum karena menguak praktik suap menyuap di Mahkamah Agung.
5.      Menjual aset strategis negara
Hutang megawati memang sangat kecil dibanding dengan pemerintahan yang lainnya. Namun, ia menjual aset strategis negara seperti kapal tanker Pertamina dan anehnya Pertamina diminta untuk menyewa kapal tanker untuk kegiatan operasional dengan harga yang tidak jauh berbeda. Bank BCA, Bank Internasional Indonesia, Bank Danamon juga dijual.
Pada pemilu langsung 2004 yang merupakan produk pemerintahan Megawati, PDI Perjuangan yang merupakan partainya Megawati Sukarnoputri justru kalah dari partai Golkar dengan 20% suara sah dalam pemilu legislatif. Nasib kurang baik juga masih menaungi partai ini setelah kader yang juga calon incumbent Megawati juga kalah dalam pemilu presiden 2004 dari Susilo Bambang Yudhoyono dari partai Demokrat yang merupakan mantan menteri pada eranya dengan presentase 40-60 persen.

0 komentar:

Posting Komentar