Langganan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Selasa, 14 Oktober 2014

Struktur Sosial di Sekolah


STRUKTUR SOSIAL DI SEKOLAH

A. PENGERTIAN STRUKTUR SOSIAL
            Menurut S. Nasution dalam bukunya yang berjudul sosiologi pendidikan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan struktur soisal ialah (1) materialnya (jumlah orang, pria, wanita, dewasa, anak, guru, murid, dan sebagainya), (2) hubungan antara bagiannya (apa yang diharapkan guru dari muridnya, dan sebagainya), (3) hakikat masyarakat itu sebagai keseluruhannya yakni caranya bagian-bagiannya menjadi kesatuan yang bulat agar dapat menjalankan fungsinya.
            Dalam penjelasan di atas yang dimaksud dengan material itu antara lain meliputi kepala sekolah, guru, pegawai, pesuruh, murid-murid pria maupun wanita yang masing- masing mempunyai peranan dan kedudukan yang berbeda-beda.
            Menurut pendapat penulis struktur sosial adalah suatu susunan bagan-bagan vertikal dari yang tertinggi sampai yang terendah, yang dimana sistem ini dibuat guna mengkondisiskan suatu masyarakat supaya terwujudnya suatu kesejahteraan bagi masyarakat tersebut. Karena dalam konteks ini yang dibicarakan ialah pendidikan, maka masyarakat yang dibicarakan disisni ialah sekolah. Dalam sekolah itu sendiri terdapat berbagai macam kedudukan diantaranya ialah komite sekolah, kepala sekolah, guru, murid, dan masyarakat luas yang terlibat dalam dunia pendidikan.
            Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa “sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”.
Dalam sebuah struktur sosial pastilah terdapat suatau sistem kedudukan dan peranan anggota-anggota kelompok yang kebanyakan bersifat hierarkis, yang mengandung pengertian dari kekuasaan tertinggi yang paling banyak memegang suatu peranan sampai dengan yang terendah.
Dengan adanya struktur tersebut memungkinkan sekolah menjalankan fungsinya sebagai lembaga edukatif secara baik. Dan dengan adanya suatu kedudukan diharapkan dapat menjalankan proses pendidikan sebagaimana amanat UU yang berlaku dan guna mencegah konflik-konflik dalam dunia pendidikan.
Kedudukan atau status menentukan posisi seseorang dalam struktur sosial, yakni menentukan hubungannya dengan orang lain, misal apa yang diharapkan majikan terhadap pekerjaan pegawainya dan sebaliknya. Kedudukan individu apakah ia di atas ataupun di bawah status orang lain mempengaruhi peranannya. Peranan ialah konsekuensi akibat kedudukan seseorang. Misal, seorang mandor diharapkan memberikan perintah pada pekerjanya.
Peranan mencakup kewajiban dan hak yang bertalian dengan kedudukan. Kedudukan seseorang ada yang diperoleh berdasarkan kelahiran ada pula yang diperoleh secara sendiri berkat usaha individu. Orang lahir sebagai anak raja, anak kasta Brahmana dan kenyataan itu menentukan peranannya.
Dalam masyarakat modern dengan banyaknya pembagian dan spesialisasi pekerjaan luas kemungkinan, luas kemungkinan untuk memperoleh kedudukan berkat usaha sendiri, antara lain melalui pendidikan. Pada prinsipnya setiap warga negara dapat memduduki jabatan yang setinggi-tingginya. Makin maju suatu masyarakat makin banyak kesempatan bagi setiap orang untuk menduduki tempat tertentu, sekalipun sering melalui persaingan yang berat.
Struktur atau mekanisme kerja yang mantap memiliki ciri-ciri:
1.      Bersifat fleksibel.
2.      Tidak mudah berubah oleh pengeruh lingkungan.
3.      Dinamis akibat penyesuaiaan dengan tuntutan lingkungan pada deskripsi tugasnya.
4.      Para petugas taat akan kewajibannya, penuh dengan rasa tanggung jawab dan mampu mengontrol diri sendiri.
5.      Ada kerja sama yang terpadu dengan subsistem-subsistem manajemen yang lain dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
B. BERBAGAI KEDUDUKAN DALAM MASYARAKAT SEKOLAH
            Sekolah, seperti sistem sosial lainnya dapat dipelajari berdasarkan kedudukan anggota dalam kelompok itu. Setiap orang dalam kelompok itu mempunyai bayangan atau gambaran tentang kedudukan masing-masing dalam kelompok itu.
            Dalam tiap kedudukan diharapkan individu menunjukan pola kelakuan tertentu. Perbuatannya, ucapannya, perasaannya, nilai-nilainya, dan sebagainya harus sesuai dengan apa yang diharapkan bertalian dengan kedudukannya. Menurut kedudukan atau posisinya ia harus menjalankan peranan tertentu. Peranan menentukan kelakuan yang diharapkan dalam situasi sosial tertentu.
Pada umumnya dapat kita bedakan  dua tingkat dalam struktur sosial yakni yang berkenaan dengan orang dewasa dan hubungan diantara mereka. Dan tingkat kedua berkenaan dengan sistem kedudukan dan hubungan antar murid-murid.
C. STRUKTUR SOSIAL ORANG DEWASA DI SEKOLAH
Bicara struktur sosial, maka kita akan berbicara tentang kepemimpinan. Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang dalam Bahasa Inggris disebut Kepemimpinan  dalam  bahasa  Inggris  tersebut  leadership  berarti  “being a leader power of leading” atau “the qualities of leader”
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda. Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi.
Beberapa pengertian lain tentang kepemimpinan adalah sebagai berikut :
v  Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain.
v  Kepemimpinan adalah tindakan atau perbuatan diantara perseorangan dan kelompok yang menyebabkan baik orang seorang maupun kelompok bergerak ke arah tujuan tertentu.
Dalam kepemimpinan faktor pemimpin tidak dapat dilepaskan dari faktor orang yang dipimpin. Keduanya saling tergantung sehingga yang satu tidak mungkin ada tanpa yang lain.
Jika berbicara orang yang paling tinggi kedudukannya disekolah, maka jawabannya sudah pasti sang kepala sekolah. Ialah yang berhak mengambil keputusan yang harus dipatuhi oleh setiap waraga sekolah. Selain itu ia juga memiliki tanggung jawab penuh atas kelancaran proses pendidikan yang berlangsung.
Kepala sekolah sebagai administrator sekolah sebagaimana yang tergambar pada struktur sekolah melalui kebijakan desentralisasi pendidikan akan memposisikan dirinya sebagai orang yang berpengaruh di lingkungan sekolahnya. Pernyataan itu dapat ditafsirkan tercapai tidaknya tujuan sekolah, khususnya bagi peningkatan kinerja guru, sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah akan berjalan baik apabila kepala sekolah tersebut memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bawahannya.
Kepala sekolah juga berkedudukan sebagai konsultan yang memberikan, petunjuk, nasihat, saran-saran kepada guru-guru dalam usaha untuk memperbaiki mutu sekolah. Dalam hal ini ia didukung oleh kemampuan profesionalnya serta pengalamannya sebagai guru dan kematangan pribadinya. Ia dapat memaparkan filsafat sekolah, tujuan pendidikan yang harus dicapai serta cara-cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan kurikulum sekolah. Ia dianggap lebih bijaksana untuk mengatasi masalah-masalah antara guru dengan murid, juga antara sesama guru.
Di sekolah yang kecil, khususnya yang tidak mempunyai pegawai administrasi, kepala sekolah sering harus berfungsi sebagai petugas administrasi, mengurus korespondensi, mengantar surat kepada berbagai instansi, membuat laporan-laporan, dan sebagainya, karena biasanya ia mempunyai jam mengajar yang dikurangi, bahkan dapat dibebaskan dari tugas mengajar. Dalam pekerjaan administrasi itu kepala sekolah dapat dibantu oleh guru. Akan tetapi di sekolah menegah biasanya kepala sekolah dibantu oleh pegawai administrasi.
Berikut ini ciri pemimpin yang relevan dengan peningkatan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku bawahannya menurut S.P. Siagian:
a)      Pengetahuan yang luas, terutama yang menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan sifat dan jenis tujuan yang hendak dicapai.
b)      Kemampuan bertumbuh dan berkembang secara mental.
c)      Kemampuan berfikir secara konsepsional.
d)     Kemampuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang strategis serta pengaruhnya terhadap organisasi.
e)      Kemampuan berperan secara integrator berbagai unsur dan komponen organisasi agar mampu bergerak sebagai satu kasatuan yang bulat.
f)       Objektifitas dalam menghadapi dan memerlakukan bawahan, terutama yang menyangkut karir dan nasib bawahan.
g)      Cara berfikir dan bertindak yang rasional.
h)      Kemampuan berperan sebagai guru yang efektif.
i)        Pola dan gaya hidup yang dapat dijadikan teladan bagi bawahan.
j)        Keterbukaan terhadap bawahan tanpa melupakan adanya hirarki yang berlaku dalam organisasi.
D. KEDUDUKAN GURU DALAM STRUKTUR SOSIAL DI SEKOLAH
            Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 5 disebutkan bahwa “ tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”.
Kedudukan guru lebih rendah dari kepala sekolah oleh sebab itu seorang guru harus menaati aturan-aturan ataupun nasihat yang diberikan seorang kepala sekolah. Dalam organisasi sekolah, guru hanya dianggap sebagai pegawai biasa dan dengan kedudukannya itu guru harus mematuhi segala aturan yang ditetapkan oleh atasan Pemerintah ataupun yayasan. Pelanggaran yang dilakukan dapat diberi tindakan yang setimpal, bahkan dapat berujung pada sebuah pemecatan yang berarti akan hilang atau pencabutan sumber pendapatan yang selama ini didapatnya dari menjadi guru.
Kedudukan guru tidak sama, pada umumnya dianggap bahwa guru SMP lebih tinggi daripada guru SD akan tetapi lebih rendah daripada guru SMA. Petugas inspeksi yang mengawasi sekolah dianggap lebih tinggi pula kedudukannya daripada guru maupun kepala sekolah.
Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin jika gurulah yang dapat memdidik peserta didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Penulis sendiri berpendapat jika guru merupakan ujung tombak sebuah pendidikan. Hal ini dikarenakan keberhasilan seorang murid, maka sang gurupun akan merasa bangga karena telah mampu mentrasferkan ilmu yang ia miliki, begitupun dengan hal sebaliknya. Selain itu gurulah yang paling mengetahui keadaan para muridnya selain orang tua murid itu sendiri.
E. ORANG DEWASA TIDAK MENGAJAR
1. Pegawai Administrasi
Administrasi adalah usaha dan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan. Administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan yang meliputi : catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan ketik-mengetikm agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. Administrasi dalam arti luas adalah seluruh proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan dengan memanfaatkan sarana prasarana tertentu secara berdaya guna dan berhasil guna.
Tata usaha sekolah adalah bagian dari unit pelaksana teknis penyelenggaraan sistem administrasi dan informasi pendidikan di sekolah. Informasi yang tata usaha sekolah kelola penting sebagai basis pelayanan dan bahan pengambilan keputusan sekolah. Semakin lengkap dan akurat data terhimpun maka pemberian pelayanan makin mudah dan pengembilan keputusan makin tepat. Dalam tata usaha sekolah juga dipimpin oleh seorang kepala tata usaha sekolah. Dan seorang kepala tata usaha bertugas sesuai dengan Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 260 dan 261 Tahun 1996 tentang Tugas pokok Kepala Tata Usaha sebagai berikut :
a.       Menyusun program kerja tata usaha sekolah.
b.      Pengelolaan keuangan sekolah.
c.       Pengurusan adminstrasi ketenagaan dan siswa.
d.      Pembinaan dan pengembangan karier pegawai tata usaha sekolah.
e.       Penyusunan administrasi perlengkapan sekolah.
f.       Penyusunan dan penyajian data atau statistik sekolah.
g.      Mengkoordinasikan dan melaksanakan 7 K.
h.      Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan, pengurusan ketatausahaan secara berkala.
Kepala Tata Usaha bertanggung jawab untuk  melaksanakan seluruh Administrasi Keuangan Sekolah, meliputi keuangan rutin/UYHD/BOPS, Dana BOS, Dana Komite Sekolah dan Dana dari sumber lainnya, bertanggung jawab langsung kepada kepala sekolah masing-masing.
Kepala sekolah mengembangkan menyusun program kerja tata usaha secara  sistematis, terarah, jelas, realitistis, agar dapat petugas ketatausaha laksanakan  agar pelayanan  pendidikan yang guru berikan kepada siswa dan pelayanan sekolah kepada masyarakat berjalan seoptimal mungkin.
Dalam praktek pegawai administrasi yang telah lama memegang jabatannya dan telah mengenal seluk beluk sekolah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dalam berbagai hal pendapatnya diperlukan pemimpin sekolah dalam mengambil keputusan atau tindakan. Guru-guru bahkan kepala sekolah dapat silih berganti, akan tetapi pegawai administrasi, khususnya kepala tata usaha mungkin akan tetap pada jabatannya, sehingga ia mudah dapat kepercayaan guru termasuk kepala sekolah. Tentu saja ada kemungkinan pegawai administrasi memiliki kedudukan informal yang terhormat didalam masyarakat atau mengenal masyarakat secara mendalam sehingga kepala sekolah sering menggunakannya sebagai manusia sumber dalam hal-hal yang menyangkut masyarakat dan pendidikan.
2. Pesuruh Sekolah
Pesuruh sekolah adalah orang yang melengkapi apa yang dibutuhkan oleh sekolah. Tugas pokok pesuruh sekolah antara lain:
a.       Melaksanakan tugas kebersihan
b.      Menyediakan makan/minum untuk Kepala Sekolah dan Tamu Sekolah
c.       Meminta dan menerima tugas dari kepala sekolah
d.      Membantu menyediakan kebutuhan barang-barang yang diperlukan Kepala Sekolah
e.       Melakukan tugas belanja makan/minum, foto copy, mengantar surat dan tugas sejenis lainnya
f.       Mengecek ketersedian air minum, teh, gula dan kopi setiap hari.
g.      Memelihara dan menjaga barang-barang milik sekolah.
Pesuruh sekolah dipandang lebih rendah kedudukannya daripada pegawai administrasi. Hierarki itu juga diterima oleh yang bersangkutan dan oleh masyarakat. Namun meski kita menganggap mereka berkedudukan rendah, kita harus saling menghormati dan bila tidak ada orang yang seperti ini (pesuruh) hidup mungkin akan terasa hambar dan membosankan.
F. HUBUNGAN ANTAR GURU DAN MURID
1. Hubungan Antar Guru
            Seringkali kita temui masalah yang terjadi antara guru atau pendidik yang satu dengan yang lain. Penggolongan atau pengelompokan seringkali muncul di permukaan diantaranya : dibedakan oleh jenis kelamin, minat, keprofesionalan mereka, ataupun berdasarkan kondisi sosial.
            Faktor lain yang juga membantu pembentukan kelompok-kelompok diantara para guru adalah letak geografis tiap-tiap guru, sesama pengajar di tingkat menengah ataupun dasar, mungkin bisa juga dipengaruhi karena kesamaan mata pelajaran yang dibebeankan setiap sekolah kepadanya.
            Maka besar faedahnya bila kepala sekolah mengetahui adanya berbagai  kelompok serta hubungan antar kelompok itu ataupun pertentangan diantaranya. Pengetahuan itu dapat membantu kepala sekolah dalam menggerakan seluruh staff  guru untuk tujuan tertentu. Ia dapat bekerja dan mencapai tujuannya dari kelompok-kelompok informal ini. Guru-guru lebih mudah menerima sesuatau melalui guru-guru  yang dipandangnya  sebagai sahabatnya.
            Hubungan antar guru memang dapat dimanfaatkan seorang kepala sekolah untuk dapat memudahkan tugasnya selain untuk mencapai tujuan tertentu pastinya. Selaian itu kepala sekolah dapat menunjukan powernya bahwa atasannya baik itu pemerintah maupun yayasan menunjuknya sebagai pemimpin sekolah tidak salah memilihnya. Namun meskipun sudah semaksimal mungkin dalam bekerja seringkali kepala sekolah kecolongan karena masalah yang timbul antar kelompok-kelompok tersebut. Karena bila masalah yang timbul tak kunjung disesesaikan maka akan berdampak pada citra sekolah tersebut yang berujung minimnya peserta didik pada tahun ajaran yang akan datang, efek ini bisa berdampak pendek maupun panjang.
            Mungkin juga terdapat persaingan antar kelompok yang dapat dimanfaatkan kepala sekolah untuk berlomba-lomba meraih prestasi yang lebih baik. Akan tetapi persaingan antar kelompok dapat mempunyai pengaruh yang merugikan.
2. Hubungan Guru dengan Murid
 Tepat pada tanggal 1 Januari 2013 lalu, Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) berlaku efektif. Pemberlakuan KEGI ini bisa dibilang merupakan langkah progresif untuk membingkai profesionalisme guru. Ada 6 bagian dan 11 pasal dalam KEGI itu. Bersamaan dengan pemberlakukan KEGI, Dewan Kehormatan Guru telah dibentuk di kabupaten dan kota di Indonesia. 
Dari sekian pasal dalam KEGI, ada pasal yang mengatur tentang hubungan guru dengan murid atau peserta didik. Pada Bagian Tiga Pasal 6, hubungan itu dijelaskan sebagai berikut: 
                               I.            Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
                            II.            Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
                         III.            Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
                         IV.             Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
                            V.            Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
                         VI.             Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. 
                      VII.            Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
                   VIII.             Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
                         IX.            Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
                            X.            Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil
                         XI.            Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
                      XII.            Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
                   XIII.            Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
                   XIV.            Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
                      XV.            Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
                   XVI.            Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
Sejumlah 16 poin di atas harapannya ditaati guru dalam hubungannya dengan murid atau peserta didik. Jika sekiranya terjadi pelanggaran terhadap kode etik itu, jangan sungkan melapor ke Dewan Kehormatan Guru untuk diproses dan ditindaklanjuti.
Jika kita berbicara tentang hubungan guru dan murid, sebenarnya itu lebih mempunyai sifat yang relatif stabil. Dimana ciri khas dari hubungan ini adalah bahwa terdapat status yang tak sama antara guru dan murid. Guru itu secara umum diakui mempunyai status yang lebih tinggi dan karena itu dapat menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan sifat hubungan itu. Bila anak itu meningkat didalam kelas ada kemungkinan ia mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari yang lainnya.
Dalam hubungan guru dan murid biasanya hanya muridlah yang diharapkan mengalami sebuah perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar akan mengalami perubahan dan menambah pengalamannya, akan tetapi ia tidak diharuskan menunjukkan perubahan kelakuan, sedangkan murid harus membuktikan bahwa ia telah mengalami perubahan kelakuan.
Perubahan kelakukan yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik, misalnya agar anak menguasai bahan pelajaran tertentu. Mengenai hal-hal yang umum, yang kabur, tidak mudah tercapai kesamaan pendapat, misalnya guru harus menunjukkan cinta kasih kepada murid, apakah ia harus bertindak sebagai sebagai orang tua, atau sebagi sahabat. Karena sifat tak sama dalam kedudukan guru dan murid, maka sukar bagi guru untuk mengadakan hubungan yang akrab, kasih sayang maupun sebagai teman dengan murid. Demi hasil belajar yang diharapkan diduga guru itu harus dihormati dan dapat memelihara  jarak dengan murid agar dapat berperan sebagai model bagi muridnya. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan guru untuk lebih dekat (berhubungan ) dengan murid:
a)      Guru secara eksplisit mengadakan komunikasi dengan murid sehingga ia mengetahui apa yang terjadi dan bisa mencegahnya.
b)      Ikut banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menggangu tetapi tidak terlalu asyik dengannya.
c)      Membina arus perubahan kegiatan
d)     Mengelola resitasi dengan cara yang bisa membuat murid sibuk (misalnya, menciptakan ketidakpastian tata aturan yang mewajibkan murid)
Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan murid bila dalam memberikan pelajaran dalam kelas hubungan itu tidak sepihak tetapi harus hubungan secara interaktif dengan partisipasi yang sebanyak-banyaknya dari pihak murid. Hubungan itu akan lebih efektif dalam kelas yang kecil daripada di kelas yang besar.
Ada beberapa jenis hubungan yang terjadi antara guru dan murid, dimana hubungan itu saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, yaitu:
Ø  Hubungan antara hasil belajar murid dengan kelakuan guru; dalam suatu penelitian ternyata bahwa pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru itu oleh murid. Jadi guru yang disukai, yang ramah, suka bergaul dengan murid, yang sering dimintai nasehat mengenai soal-soal pribadi, ternyata bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu.
Ø  Kelakuan murid berhubungan dengan kelakuan guru; pada umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap kelakuan guru dapat bersifat menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri dengan perintah guru atau menentangnya. Anak yang menunjukkan kerjasama, turut memberikan sumbangan fikiran, memberi bantuan dan dengan demikian memperlancar kegiatan pelajaran. Tidak semua kelakuan guru berhubungan dengan kelakuan murid. Tetapi kalau kita melihat sebuah realita dalam dunia pendidikan kita, terlihat bahwa jika seorang guru melakukan dominatif dalam kelas (dominasi) terhadap muridnya maka kelakuan dari murid menunjukkan sikap tidak bekerjasama. Dan guru yang melakukan dominatif terhadap murid akan ditiru oleh murid dengan melakukan dominatif terhadap murid yang lainnya.
Secara singkatnya, walaupun dalam banyak aspek peranan guru dan murid tidak seimbang, konseptualisasi interaksi antara guru dan murid berasumsi bahwa guru dan murid saling mempengaruhi satu dengan yang lainya. Guru dan murid memberikan reaksi terhadap struktur peranan kelas dengan aneka ragam cara, dan banyak guru lebih menggantungkan pada otoriter dari pada personal resource. Itu terbukti dengan pengalaman yang saya alami saat masih SD (walaupun tidak semua). Guru memberikan tugas seenaknya saja tanpa memahami kondisi anak, bahkan ketika anak melakukan tindakan yang salah menurut guru langsung dipukul tanpa memberikan kesempatan kepada anak untuk menjelaskan yang terjadi maupun membela diri.
Menurut Nasution hubungan antara guru dan murid memiliki hubungan yang relatif stabil.
a.       Ciri khas dari hubungan ini adalah terdapat status yang tak sama antara guru dan murid. Guru itu secara umum diakui memiliki status yang lebih tinggi dan karena itu dapat menuntut murid untuk menunjukan kelakuan yang sesuai dengan sifat hubungan itu. Bila anak itu meningkat  sekolahnya ada kemungkinan ia mendapat kedudukan yang lebih tinggi dan sebagai sisiwa pasca sarjana ia dapat diperlakukan sebagai manusia yang matang dan dewasa, jadi masih banyak sedikit dengan status yang mendekati status dosen. Namun hubungan guru murid dari masa sebelumnya masih melekat dan masih susah dihilangkan, setidaknya di negara kita ini. Guru atau dosen sedikit masih turut berkuasa atas nasib siswa dan selalu dapat berlindung dibelakang posisinya yang serba kuasa itu.
b.      Dalam hubungan guru murid biasaanya hanya murid diharapkan mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar pasti mengalami perubahan dan menambah pengalamannya, akan tetapi ia tidak diharuskan atau diharapkan menunjukan perubahan kelakuan, sedangkan murid harus memperlihatkan dan membuktikan bahwa ia telah mengalami perubahan kelakuan.
c.       Aspek ketiga ini bertalian dengan aspek kedua, yakni perubahan kelakuan yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik, misal agar anak menguasai pelajaran tertentu. Mengenai hal yang umum, yang kabur, tidak mudah tercapai kesamaan pendapat, misal apakah guru harus menunjukan cinta kasih kepada murid, apakah ia harus bertindak sebagai orang tua, atau sebagai sahabat. Karena sifat tak sama dalam hubungan guru murid, maka sukar bagi guru untuk mengadakan hubungan akrab, kasih sayang, atau sebagai teman dengan murid. Demi hasil yang diharapkan diduga guru itu harus dihormati dan dapat memelihara jarak dengan murid agar ia dapat berperan sebagai model bagi muridnya.
Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan murid bila dalam memberikan pelajaran dalam kelas hubungan itu tidak sepihak, seperti terdapat dalam metode ceramah, akan tetapi hubungan interaktif dan partisipasi yang sebanyak-banyaknya dari pihak murid. Hubungan itu akan lebih efektif dalam kelas yang lebih  kecil dari pada kelas yang lebih besar. Kalau kita mengambil sebuah analisa dari pengalaman yang kita jalani ketika masih sekolah (SD, SMP, dan SMA), terlihat bahwa seorang guru berperan sangat otoriter (walaupun tidak semuanya). Tetapi kita bisa melihat, guru terkadang memberikan sesuatu kepada murid dikelas dengan menggunakan kekuasaanya. Ada unsur pemaksaan yang terjadi ketika proses belajar mengajar di kelas. Kemudian timbullah sebuah pertanyaan apakah peran guru itu selalu bersifat otoriter? Artinya guru menggunakan kekuasaan untuk mendidik anak. Sementara itu tidak semua murid dapat menerima sikap maupun sifat dari guru yang seperti itu.
Mengutip dari bukunya Sanapiah Faisal, ternyata peran guru itu tidak selamanya otoriter. Ada tiga gaya dari guru sehubungan dengan mengajarkan anak di dalam kelas yaitu Otoriter, Demokratis, dan Laissez-fire.
Otoriter seperti yang dijelaskan tadi bahwa guru yang otoriter tujuan umum, keegiatan khusus, dan prosedur kerja kelompoknya semuanya didekte oleh pemimpinnya. Akan tetapi pemimpinnya tetap menjauhkan diri dari artisipasi aktif kecuali apabila menunjukkan atau memberikan tugas. Kemudian kalau demokratis semua kegiatan dan prosedur kerjanya ditetapkan secara keseluruhan. Pemimpinnya ikut aktif dan berusaha menjadi anggota biasa dengan semangat tanpa melakukan teerlalu banyak kerja. Laissez-fire maksudnya adalah kebebasan sepenuhnya bagi kelompok maupun individu untuk menentukan keputusan, dengan sedikit partisipasi dari pemimpin atau dalam hal ini adalah guru.Jadi disini seorang guru harus bisa berperan sebagai seseorang yang dapat memimbing anak didik secara formal dalam kaitannya dengan pendidikan di dalam kelas.
Untuk peran guru dalam situasi informal, yang mana situasinya berbeda dengan situasi di dalam kelas. Seorang guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial. Misalnya sewaktu rekreasi, berolah raga, berpiknik atau kegiatan lain yang di luar kelas (formal). Murid-murid biasanya menyukai guru yang pada saat itu dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, dapat tertawa dan bermain terlepas dari pangkat keformalan. Jadi guru itu harus bisa menyesuaikan diri atau perannya terhadap situasi sosial yang sedang dihadapi. Dan peran ini hanya bisa di lakukan ketika berada pada situasi yang informal, jika dilakukan di dalam kelas (formal) maka akan menimbulkan kesulitan kedisiplinan bagi muri itu sendiri.
Pada satu pihak seorang guru memang harus bersikap otoriter untuk mengonterol kelakuakn murid dan mendidik anak agar bersikap disiplin. Tetapi dilain pihak seorang guru harus bersikap bersahabat dengan murid dan memberikan kebebasan kepada murid dalam menentukan arah pikirannya. Tetapi kalau kita lihat realita yang ada kebanyakan guru lebih bersikap otoriter dari pada demokratis kepada muridnya. Untuk itu perlu kiranya ada sebuah sosialisasi dari semua pihak yang terkait agar sikap-sikap yang terlalu otoriter dari guru ini dapat di minimalisir sedemikian rupa, sehingga peran guru tidak lagi dicap sebagai orang yang jelek, menyeramkan atau tidak mengenakan bahkan tidak lagi berwibawa dimata para murid-muridnya.
Penulis beranggapan jika hubungan guru dan murid adalah simbio mutualisme yaitu saling menguntungkan satu sama lain. Seorang guru membutuhkan murid sebagai objek pentrasferan ilmu yang dimiliki tentunya selain sebagai mata pencahariannya. Begitupun dengan murid yang membutuhkan guru sebagai menthornya, karena guru dianggap yang paling mumpuni dalam hal pendidikan.
3. Hubungan Antar Murid
Kelas bagi murid-murid dapat dipandang sebagai sistem persahabatan dan hubungan-hubungan sosial dan struktur sosial ini lebih bersifat tidak formal. Dalam lingkungan kelas diketahui bahwa murid yang satu dengan yang lain itu saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Dan aspek yang paling  menonjol dari hubungan ini adalah perasaan murid terhadap satu sama lain, apakah itu perasaan cinta (kasih sayang) ataupun perasaan benci.
Ada dua metode utama yang digunakan dalam mempelajari struktur informal para murid. Yang pertama dan paling banyak adalah metode sosiometri. Dalam garis besarnya, kita menanyakan kepada murid siapakah diantara murid-murid, satu orang atau lebih, yang paling disukainya sebagai teman belajar, menonton bioskop, diundang kepesta atau kegiatan lainnya, atau sebaliknya yang paling dia tidak sukai, yang tidak dianggapnya sebagai teman. Dari hasil pertanyaan yang diajukan kepada murid dalam kelas itu dapat disusun suatu diagram yang disebut sosiogram yang secara visualnya jelas menunjukkan kedudukan seseorang dalam hubungan sosial dengan murid-murid lainnya. Sosiogram itu dapat memperlihatkan pengelompokkan atau klik dikalangan murid-murid dalam kelas.
Kemudian metode yang kedua adalah metode partisipasi-obserfasi, yakni sambil turut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok selama beberapa waktu mengadakan observasi tentang kelompok. Melalaui observasi yang dilakukan pengamat menganalisis kedudukan setiap murid dalam hubungannya dengan murid-murid yang lain dalam kelompok itu. Disuatu kelas kita dapat menemukan beberapa macam hubungan murid dengan murid yang lainnya, diantaranya hubungan berdasarkan usia dan tingkat kelas, kelompok persahabatan di dalam kelas.
Murid-murid di suatu kelas, yang pada umumnya mempunyai usia yang sama cenderung menjadi sebuah kelompok yang merasa bahwa dirinya mampu untuk menghadapi kelas yang lain, bahkan menhadapi guru. Kita bisa mengambil contoh dalam pertandingan dan pristiwa-pristiwa yang menyangkut nama dan kehormatan kelas itu. Terhadap kelas yang lebih tinggi mereka merasa dirinya adalah orang bawahan sebagai adik dan harus menunjukkan ras hormat dan patuh. Sebaliknya terhadap kelas yang bawah mereka merasa sebagai atasan. Antara murid-murid yang berbeda tingkat kelasnya terdapat hubungan atasan dan bawahan, atau kakak-adik. Murid-murid yang tinggi kelasnya mempunyai kekuasaan dan kontrol terhadap murid-murid yang kelasnya lebih rendah dan usianya lebih muda. Dalam tiap kelas terdapat pula bermcam-macam kelompok, tetapi kelompok itu hanya terbatas pada struktur dalam kelas itu saja.
Kemudian berbicara tentang kelompok persahabatan di dalam kelas pembentukkannya itu mudah. Suatu kelompok terbentuk bila dua orang atau lebih saling merasa persahabatan yang akrab dan karena itu ia banyak bermain bersama, sering bercakap-cakap, merencanakan dan melakukan kegiatan-kegiatan di dalam maupun di luar kelas. Mereka merasakan apa yang di alami oleh salah seorang anggota kelompoknya dan saling menungkapkan apa yang terkandung dalam dirinya (sebagai teman curhat).
Keanggotannya bersifat sukarela dan tak formal. Seorang diterima dan ditolak atas persetujuan bersama. Walaupun kelompok ini tidak mempunyai peraturan yang jelas tetapi ada nilai-nilai yang dijadikan dasar dalam melakukan atau menerima anggota. Mereka merasa kuat dan penuh percaya diri karena rasa persatuan dan kekompakan yang mereka miliki diantara mereka. Mereka mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan individual. Tidak jarang dengan prinsif yang mereka pegang seperti itu sering terjadi konflik dengan orang tua, guru, dan yang lainnya.
Secara ringkasnya dapat diambil sebuah kesimpulan sementara bahwa murid yang satu dengan yang lainnya itu memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lainnya dalam sebuah kelas. Dimana hubungan itu memiliki pengaruh terhadap struktur yang terjadi dalam kelas tersebut. Biasanya pengelompokan yang terjadi dalam sistem sosial kelas tersebut membawa pengaruh terhadap anggota dalam kelompok tersebut. Pengaruhnya bisa positif tetapi bisa juga negatif.
Disuatu sekolah dapat kita temukan macam-macam kedudukan murid dan hubungan antar murid:
·         Hubungan kedudukan berdasarkan usia dan tingkat kelas.
·         Struktur sosial berhubung dengan kurikulum.
·         Kelompok persahabatan di sekolah
·         Hubungan antara struktur masyarakat dengan pengelompokan sekolah.
·         Kelompok elite.
·         Kelompok siswa yang memiliki organisasi formal.
            Penulis berpendapat jika hubungan antar murid berawal dari sebuah kelas yang dimana banyak tidak dianggap dalam struktur sosial yang ada. Asal diketahui saja berawal dari kelas inilah hubungan-hubungan dalam struktur sosial ini dimulai. Hubungan antar murid yang terjalin dalam kelas akan meimbulkan sesuatu yang nanti dimana seorang guru akan masuk kedalamnya dan gurupun terus menceritakan berbagai hal yang dialaminya dalam kelas baik itu vertikal yaitu keatas (kepada atasan-atasannya) maupun horizontal yaitu kesamping (kepada rekannya).
G. STRUKTUR SOSIAL BERHUBUNGAN DENGAN KURIKULUM
Kurikukulum? Apa itu kurikulum? Kurikulum dalam kamus Bahasa Indonesia memiliki pengertian “Garis besar program pengajaran tentang materi waktu dan pembagian tugas lainnya”.
Pada dasarnya tidak ada diferensiasi dalam kurikulum berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Murid-murid SD, SMP, SMA dan sederajatnya, pria maupun wanita mengikuti pelajaran yang sama. Mungkin disana-sini hanya ada perbedaan kecil, misal mayoritas sepak bola hanya diikuti para murid pria, sedangkan ketrampilan menjahit lebih sesuai dengan murid wanita.
Lalu dimanakah kedudukan kurikulum? “Kurikulum memiliki kedudukan yang sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan”.Jadi kurikulum hanya mengarahkan saja dan tidak pernah membedakan antara satu sama lain baik itu murid pria maupun murid wanita.
Sebuah pertanyaan penting muncul dibenak penulis, setiap murid SMA dan sederajat pasti akan disuruh memilih untuk memasuki jurusan. Semua murid hampir dipastikan berlomba-lomba untuk dapat masuk jurusan IPA dari pada jurusan IPS. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang beranggapan jika masuk IPA berarti anak itu memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada anak IPS. Apakah semua murid menengah atas merasa tertekan dengan adanya hal itu? Apakah ini termasuk diferensiasi yang negatif? Sebuah pertanyaan besar bagi kita.
H. PENGARUH LUAR TERHADAP DUNIA SEKOLAH
Berbagai hal diluar sekolah yang dapat mempengaruhi sistem sekolah antara lain:
(1) pengaruh terhadap peranan murid, (2) pengaruh terhadap peranan guru, (3) pengaruh terhadap sekolah.
1. Pengaruh tehadap Peranan Murid
Peranan murid antara lain ditentukan oleh guru akan tetapi juga pandangan masyarakat terhadap peranan murid, antara lain keluarga, teman, model-model kelakuannya termasuk tokoh-tokoh media massa. Orang tua dapat mempengaruhi sikap anak terhadap otoritas guru, dapat mendudkung atau mencela guru dalam tindakannya. Orang tua dapat membantu mengerjakan tugas anaknya atau menugaskan anak melakukan berbagai pekerjaan yang menghalangi anak belajar di rumah. Status sosial bertalian dengan aspirasi orang tua dan prestasi belajar murid. Orang tua yang berada dapat menyediakan berbagai fasilitas belajar bagi anaknya.
Kelompok sepermainan yang mempunyai sub-kebudayaan tersendiri dapat menambah motivasi anak belajar atau justru menyelewengkan anak kepada kegiatan yang merusak pelajaran. Bagaimana memanfaatkan kelomopok itu untuk kebaikan pendidikan masih merupakan masalah bagi para pendidik.
Dalam dunia modern ini anak dipengaruhi oleh berbagai tokoh film, TV, majalah, komik, dan lain-lain yang dijadikan anak sebagai model yang dapat mempengaruhi kelakuan anak. Oleh karena itu media massa dapat merusak hubungan guru dengan murid melalui tokoh kriminal yang dipujanya.
Selain itu interaksi sosial dan budaya yang dialaminya, juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan dari dalam kehidupan mereka. Pada saat tersebut, mereka pun secara jelas sedang mengalami goncangan-goncangan yang sering bermakna pada anggota badannya hingga membingungkan.
Dalam kehidupan antar bangsa yang tidak dapat kita hindarkan adalah terdapatnya interaksi budaya dan norma antar barat dan timur dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kita ketahui dan sadari setiap interaksi sosial akan memberikan pengaruh satu dengan yang lain, baik langsung ataupun tidak langsung, sedikit ataupun banyak pengaruh tersebut dapat berbentuk adaptasi yang positif, dalam arti tidak menimbulkan kegoncangan dan permasalahan. Namun tidak jarang dapat merusak dan mencemaskan serta merugikan kebudayaan bangsa yang dihormati dan diamalkan aspek-aspeknya. dalam kehidupan sehari-hari bukan tidak mungkin akan terdesak dan semakin ditinggalkan oleh mereka yang sangat tertarik, bahkan tergila-gila dengan unsur-unsur budaya asing. Kenyataan menunjukan bahwa kadangkala orang timur yang terpesona dengan kebudayaan barat akan hidup dengan pola kebarat-baratan dan antipati terhadap budaya bangsa sendiri.
Salah satu gejala sosial yang paling sederhana, dapat dilihat pada permasalahan perasaan malu. Jika dulu perasaan malu dominan dalam kehidupan masyarakat, namun kini perasaan tersebut semakin menipis dan menguap, sehingga melicinkan mereka untuk melakukan hal-hal yang semula di pandang kurang bahkan tidak pantas. Di antara pengaruh dunia Barat yang tertanam pada bangsa kita, khususnya anak usia sekolah adalah sebagai berikut:
       I.            Selebmania
Seleb berarti ternama, kesohor atau figur. Selebritis berarti orang ternama, kesohor atau yang dijadikan figur, selebmania berarti pengagung berat tokoh-tokoh ternama tersebut. Tokoh ternama yang dimaksud adalah artis atau mereka yang terjun di dunia hiburan baik sebagai penyanyi, bintang film, sinetron, foto model, peragawati, atau presenter dunia hiburan.
Selebmania, kultusme atau kekaguman yang berlebihan terhadap artis. Sekarang sudah menjadi wabah penyakit baru dikalangan remaja modern, para remaja dengan tanpa melihat moral artis tetap saja tergila-gila dengan sosok artis idolanya. Bahkan tak terbatas sampai di sana, merekapun berlomba meniru artis pujaannya itu.
    II.            Premium Call
Untuk golongan menengah ke atas terutama mereka yang memiliki jaringan telepon rumah dan headphone, perluang untuk berbuat maksiat terbuka lebar. Dan tak dapat dipungkiri ada juga premium call untuk tujuan positif premium call pada hakekatnya merupakan salah satu kemudahan yang dihasilkan oleh jaringan komunikasi pintar (intellegent network) dilingkungan PT melalui premium call dapat diperoleh berbagai informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi umum/layanan masyarakat, hiburan, bisnis/ekonomi dan informasi langsung.
Kenyataan di lapangan premium call banyak disalah gunakan kini premium call bukan hanya sebagai alat komunikasi saja. Tetapi bentuk hand phone kini dianggap sebagai asesoris untuk pelengkap penampilan sebagai penambah gaya, modis dan trendy, mereka merasa malu/tidak gaul kalau tidak mempunyai alat tersebut, dan dan mereka tidak mau ketinggalan zaman sehingga apa pun caranya mereka lakukan untuk bisa membeli alat tersebut.
 III.            Diskotik dan Pub
Diskotik atau Pub sudah dikenal sejak zaman penjajahan. Tempat ini sudah dimafhumi sebagai tempat maksiat. Diskotik bukan saja tempat ajojing atau diskotik tapi juga khalwat, ikhtilat pamer aurat mejeng tak karuan. Bahkan transaksi seks tempat tersebut dikenal pula sebagai tempat mabuk-mabukan dan transaksi narkoba.
 IV.            Punk Club
Kelompok punk muncul pertama kali pada tahun 1975. punk sendiri artinya bahasa slang untuk menyebut penjahat atau perusak, sama seperti pendahulunya. kaum punk juga menyatakan dirinya lewat dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang punk menyatakan dirinya sebagai golongan yang anti fashion dengan semangat dan etos kerja semuanya dikerjakan sendiri (do-it yourself) yang tinggi.
Ciri khas dari punk adalah celana jeans sobek-sobek peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau di kenakan di telinga, pipi, aksesoris lain seperti swastika, kalung anjing, dan model rambut spike-top dan mohican. Model rambut spike-top atau model rambut standar kaum punk sementara model rambut mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang menggabungkan gaya spike-top dengan cukur di bagian belakang dan samping untuk menghasilkan efek bentuk bulu-bulu yang tinggi, atau sekumpulan krucut. Kadang-kadang mereka mengecet rambutnya dengan warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink, ungu dan orange.
Punk adalah kelompok remaja radikal yang menentang berbagai bentuk kemapanan hidup bebas tanpa aturan adalah kehidupan yang didambakannya. Dandanan yang tidak karuan seperti itu bagi mereka sebuah kemajuan. Para orang tua hendaknya dapat membentengi putra-putrinya dengan pondasi moral yang kokoh agar anak tidak terjerumus dalam kelompok berbahaya ini.
    V.            Narkoba dan Miras
Tidak ada hubungannya narkoba dengan prestasi, gengsi, kemajuan zaman. Apalagi modernisasi narkoba (narkotik dan obat-obatan berbahaya), naza (narkotika dan zat adiktif) atau ada yang menyebut napza (narkotik psikopika dan zat adiktif) adalah produk zahiliyah yang dibuat manusia yang kehilangan sifat kemanusiaannya. Karena itu sangatlah hina remaja yang merasa modern dengan narkoba dan miras, yang saat ini ramai di bicarakan di mana-mana.
Ekses negatif narkoba bukan hanya terbatas pada kesehatan pisik dan psikis si pemakai, tapi juga akan diikuti dengan ekses sosial ekonomi yang sangat merugikan. Perkelahian pelajar, pencurian, perampokan dan kejahatan lainnya. Umumnya ekses dari narkoba dan miras.
Jelaslah bahwa maraknya berbagai jenis narkoba dan miras sekarang ini telah jelas-jelas membunuh para generasi muda yang seharusnya memikul tanggung jawab sebagai generasi penerus.
 VI.            Sek Bebas
Ciri-ciri ideal mewujudkan negeri baldatun thayyibatun warobbun ghafur yang diceritakan sejak dulu, semakin jauh panggang dari api. Cita-cita itu hanya hinggap didunia impian dan sekedar fatamorgana yang indah di pandang, namun realitasnya sangat menyakitkan. Saban hari kebebasan di dengung-dengungkan, namun kenyataannya (kebebasan itu) hanya memperlebar borok masa silam.
Kebobrokan semakin telanjang. Indonesia makin terbelenggu syahwat (harta, tahta dan wanita), kenyataan menjadi malapetaka dan ironisnya, Indonesia semakin tenggelam dalam hubungan syahwat dan bermandikan birahi korupsi, kolusi, nepotisme, perselingkuhan, perzinahan, pelecehan seksual dan obral aurat bukan barang yang aneh lagi.
Tapi masalahnya lain, jika justru hal itu terjadi di negara yang dianggap sangat kental keagaamannya seperti halnya di Indonesia, akan ditemukan disana unsur-unsur pelanggaran birahi yang kental.
Munculnya dorongan seksual pada kaum remaja dipicu oleh perubahan dan pertumbuhan hormon kelamin sebagai akibat dari kematangan mental dan fisik free sex atau sex bebas, nampaknya sudah menjadi trend bagi remaja modern. Prilaku yang diadopsi dari prilaku remaja barat ini seolah mendapat pembenaran media. Terbukti saban hari tayangan mengenai free sex dan free love menjadi tema utama dalam sebagian besar film dan sinetron yang di tanyangkan televisi. Akibatnya, para remaja beranggapan seks bebas adalah hal yang lumrah diera modern ini.
Padahal sex bebas bukan saja merusak martabat manusia, tapi juga dengan sengaja mensejajarkan diri dengan binatang. Seks bebas atau zina sudah jelas dosa besar. Kehidupan muda-mudi tingkat SMA dan perguruan tinggi yang umumnya mengaku Islami. Menurut berbagai pemberitaan media, dan penuturan pakar seksologi, banyak dikalangan ini yang berobat karena kelemahan di kelaminnya sebagian sudah terjangkit penyakit seksual dan sebagain lagi baru gejala.

2. Pengaruh Luar tehadap Guru
Peranan guru sebagian ditentukan oleh harapan atasan dan kepala sekolah. Murid sendiripun jarang menemui kedudukan guru. Akan tetapi pihak luar dapat mempengaruhi peranannya, antara lain: (1) orang tua murid, (2) perkumpulan guru, (3) keluarga dan teman sepergaulan guru.
            Walaupun orang tua jarang berhadapan dengan guru, kecuali dalam hal-hal khusus, peran orang tua besar atas kelakuan guru. Setiap guru tahu bahwa anak-anak menceritakan kepada orangtuanya apa yang terjadi disekolah dan secara berkala orangtua mendapat laporan dari hasil belajar dan kelakuan murid. Kesadaran itu akan menentukan tindakan guru terhadap anak.
            Perkumpulan guru dapat mempengaruhi guru dan mengharapkan agar guru-guru memegang teguh pada etika guru. Dan disinilah guru diharapkan akan saling sharing  tentang masalah masalah yang dijumpainya atau yang menghambatnya. Hingga batas tertentu guru juga dapat dipengaruhi oleh keluarganya sendiri dan orang-orang yang berada pada lingkungan sosialnya.
            Baik dari wali murid, teman, atau keuarga sekalipun seorang guru haruslah bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Saat guru dapat membedakannya lalu mengambil dan menerapkan berbagai hal-hal yang baik bagi sebuah proses pendidikan, inilah yang pantas menjadi panutan bagi semuanya.
3. Pengaruh Luar terhadap Sekolah
Tiap sekolah berada pada lingkungan sosial tertentu yakni masyarakat sekitar, daerah maupun negara. Norma-norma yang berlaku pada masyarakat sekitar mau tak mau harus dihormati guru. Dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok yang dengan sengaja ingin mempengaruhi apa yang diajarkan kepada anak-anak seperti: golongan usahawan, buruh, patriot, agama, veteran, tentara, politik dan sebagainya, tentu saja melalui pemerintah. Sekolah tak dapat tiada menjalankan kurikulum dan segala aturan yang ditentukan oleh negara.
Dalam orientasi dan tujuan pendidikan jelas akan diwarnai oleh masyarakat, mengingat masyarakat merupakan lembaga masyarakat. Identitas suatu masyarakat dan dinamikanya senantiasa membawa pengaruh terhadap orientasi dan tujuan pendidikan. Hal ini dikarenakan sekolah merupakan institusi yang dilahirkan dari, oleh dan untuk masyarakat. Program pendidikan disekolah biasanya tercermin didalam kurilkulum, yang dimana kurikulum ini selalu berubah-berubah sesuai dengan perkebangan masyarakat. Pengaruh identitas suatu masyarakat terhadap program-program pendidikan, biasanya dibuktikan dengan berbedanya orientasi dan tujuan pendidikan. Hal ini desebabkan setiap masyarakat memiliki ciri khas dalam orientasi dan tujuan pendidikan tersendiri.
Berlangsungnya proses pendidikan disekolah tidak lepas dari pengruh masyarakat, pengaruh masyarakat yang dimaksud adalah pengaruh sosial budaya dan pertisipasinya. Pengaruh sosial budaya biasanya tercermin dalam proses belajar baik yang berkaitan dengan pola aktifitas pendidikan maupun anak didik di dalam proses pendidikan. Nilai sosial budaya masyarakat bisa menjadi penghambat dan pendukung terhadap proses pendidikan. Oleh karena itu usaha pembaharuan terhapat proses pendidikan disekolah, mesti memperhitungkan pengaruh sosial budaya dari masyarakat lingkungan.
Namun dalam prakteknya peranan politik sangat berpengaruh terhadap sekolah. Hal ini dapat kita buktikan biala ada pemimpim yang baru hampir pasti ada kebijakan baru tentang pendidikan. Dalam hal ini sekolah tak punya daya dan upaya karena sekolah harus menaati peraturan yang terbit di masyarakat sekitar. Meskipun seringkali aturan-aturan yang dibuat merugikan bagi sekolah. Dan inilah realita yang ada dalam masyarakat kita, meskipun kita pahit menerimanya.
   
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, S, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Askara, 2004.
Siagian, S.P, Bunga Rampai Manajemen Modern, Jakarta: Gunung Agung,1983.
Mustakim, Zaenal, Strategi dan Metode Pembelajaran, Pekalongan: STAIN Press, 2011.
Faisal, Sanapiah, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Usaha Nasional.
Nawawi, Hadan, Administrasi Pendidikan, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 2000.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, Pekalongan: STAIN Press, 2012.
Hornby, AS, Oxford Edvanced Dictionary of English. London: Oxford University Press, 1990.
Yukl, Gary A, Leadership in Organization (Kepemimpinan dalam Organisasi), terj. Wahjosumidjo, Jakarta: Prenhallindo, 2002.
Rumapea, Patar, Jurnal Ilmu pendidikan, 2005.
Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 260 dan 261 Tahun 1996.
            Djakap P, Kamus Bahasa Indonesia, Surakarta: Pustaka Mandiri.
Sukmadinata, Nana S, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1997.

0 komentar:

Posting Komentar