Langganan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Senin, 26 Januari 2015

Hukum Li'an





Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu kesatuan yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua pribadi dalam keluarga. Interaksi antar pribadi yang terjadi dalam keluarga ini ternyata berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah seorang atau beberapa anggota keluarga lainnya. 
Pernikahan merupakan suatu akad yang menjadikan Hukum yang asalnya haram menjadi halal, yaitu kebolehannya bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling tolong menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban di antara keduanya. Selama dalam ikatan pernikahan antara suami dan isteri banyak hukum yang  menghalangi suami untuk tidak menggauli isterinya, bahkan akan terjadi talaq seperti dalam ílla (Sumpah), Dzihar, dan Li’an. Semua itu merupakan penghalang bagi suami untuk menggauli isterinya tersebut.Li’an termasuk persoalan khusus  dalam talaq. Tulisan ini akan menjelaskan pengertian li’an, macam-macam li’an, tata cara li’an, penetapan hukun li’an dan akibatnya.
Li’an adalah sumpah dengan redaksi tertentu yang  diucapkan suami bahwa isterinya telah berzina atau ia menolak bayi yang lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya yang dituduhkan padanya itu tidak benar.
Li’an adalah mashdar dari kata kerja la’ana, yulaa’inu, li’aanan terambil dari kata alla’nu yang berarti kutukan, jauh atau laknat.. Sedangkan menurut istilah syara’, li’an berarti sumpah seorang suami dimuka hakim bahwa ia berkata benar tentang sesuatu yang dituduhkan pada istrinya perihal perrbuatan zina. Jadi, suami menuduh istrinya berbuat zina, dengan tidak mengemukakan saksi yang kemudian keduanya bersumpah atas tuduhan tersebut.
Suami istri yang saling berli’an akan berakibat saling dijauhkan oleh hukum dan diharamkan berkumpul sebagai suami istri untuk selama-lamanya. Li’an mengakibatkan perceraian antara suami istri selama-lamanya. Li’an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan istrinya sebagai anaknya, sedangkan istrinya menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut.
Li’an dapat dilakukan dalam dua keadaan: 
1. Apabila seorang suami menuduh istrinya telah berzina, sedangkan ia tidak mempunyai empat orang saksi yang melihat sendiri perbuatan itu dan bersedia bersaksi bahwa si istri memang telah melakukan apa yang dituduhkan padanya. Akan tetapi, dalam hal ini, dibolehkanya suami melakukan li’an terhadap istrinya hanyalah jika ia benar-benar yakin bahwa istrinya telah berzina. Misalnya, dengan menyaksikan sendiri perbuatan itu ataupun siistri mengakuinya, sementara ia (suami) benar-benar percaya akan pengakuan istrinya itu. Walaupun demikian, yang lebih utama dalam keaadan ini ialah menjatuhkan talaq terhadap siistri dan tidak perlu melakukan li’an terhadapnya.
2. Apabila suami tidak bersedia mengakui kehamilan istrinya berasal dari suaminya sendiri tetapi dari laki-laki lain. Yaitu apabila ia mengklaim tidak pernah sekalipun, bersenggama dengan istrinya itu sejak berlangsungnya akad nikah dengannya. Atau, ia menuduh istrinya melahirkan anaknya kurang dari enam bulan sejak ia bersenggama dengannya, atau lebih darisatu tahun setelah bersenggama dengannya.
Apabila seseorang menuduh orang lain berzina, sedangkan saksi yang cukup tidak ada, maka yang menuduh itu harus atau wajib disiksa (didera) 80 kali. Tetapi kalau yang menuduh itu suaminya sendiri, dia boleh lepas dari siksaan tersebut dengan jalan li’an. Berarti suami yang menuduh istrinya berzina boleh memilih antara dua perkara, yaitu didera sebanyak 80 kali atau ia me-li’an istrinya.
Perlu diketahui bahwa sanksi orang yang melakukan zina menurut hukum islam adalah didera seratus kali bagi ghoiru mukhsan (belum menikah) dan tambahan dera bagi yang (telah atau sedang menikah). Sedang bagi mereka  yang menuduh seseorang telah melakukan perzinaan dan tuduhan tersebut ternyata tidak terbukti, hukuman yang akan diterimanya adalah delapan puluh kali dera.
Untuk menghindari akibat hukuman fisik yang akan diterima keduanya, mereka melakukan bantahan melalui mula’anah. Sebab kalau tuduhan diterima dan dibenarkan, hukuman dera/rajam pasti diterima istrinya dan sebaliknya kalu tuduhan itu ditolak dan suami dianggap dusta, hukuman delapan puluh kali rajam akan diterima suami. Jadi, li’an terjadi karena sumpah suami istri.
Bentuk sumpah yang diucapkan suami tersebut sebagai berikut,”saya persaksikan kepada Allah bahwa tuduhan saya kepada istri saya bahwa istri saya telah berzina adalah benar.” Dan bila ada anak yang dikandung istrinya , dia mengatakan bahwa itu bukan anaknya .“perkataan itu hendaknya di ulang sebanyak empat kali. Adapun ucapan yang kelima, redaksinya berbeda dengan yang empat kali, yaitu, “atasku laknat allah sekiranya aku dusta dengan tuduhan ini.”
Kemudian istri menyanggah tuduhan ini dengan melakukan sumpah dan mengatakan bahwa,”suaminya itu berdusta”, sebanyak empat kali ucapan. Pada ucapan yang kelima, redaksi kata-katanya berbeda, yaitu “aku menerima laknat allah, jika ternyata ucapan suaminya itu benar.”
Firman Allah Swt Q.S. An-Nuur ayat 6-7 yang artinya : “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. An-Nuur, 6-7)
Menurut para alim ulama li’an merupakan ketentuan yang sah menurut alquran, sunnah, qias, dan ijma’. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama.sedangkan massa berlangsungnya hokum li’an jumhur fuqaha berpendapat bahwa li’an berlangsung hingga berakhirnya masa mengandung terpanjang.
Fuqaha Zahiri berpendapat batas terpendek masa mengandung yang mewajibkan hukum li’an seperti umumnya masa mengandung yaitu, Sembilan bulan dan masa yang mendekati Sembilan bulan.
Dikalangan fuqaha juga tidak diperselisihkan bahwa hukum li’an itu wajib dalam masa ishmah. Selebihnya adalah menurut masa mengandung terpendek atau selama enem bulan yakni masa pada saat anak itu lahir dalam masa enam bulan sejak waktu dukhul. Atau mulai dari waktu suami menyetubuhi, bukan dari waktu akad nikah.
Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa masa enam bulan dihitung sejak waktu akad, sekalipun diketahui tidak dimungkinkan terjadinya persetubuhan. Dan Abu Hanifah berkata: sekiranya seorang laki-laki setelah menikah pergi merantau, beberapa lama kemudian datanglah berita kepada istrinya, bahwa ia telah mati. Setelah kabar itu diperoleh dia beriddah. Seleseai beriddah dia menikah lagi dengan laki-laki lain dan melahirkan beberapa anak. Sesudah hal yang demikian terjadi, kembalilah suami yang pertama, maka menurut abu hanifah anak-anak ini dibangsakan pada suami pertama. Sedang menurut asy syafi, malik, dan ahmad dibangsakan kepada suami kedua. 
Li’an dalam kompilasi hukum islam dibahas dalam banyak pasal yaitu:
a)      Pasal 125 : li’an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-lamanya.
b)   Pasal 126 : li’an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zinaatau mengingkari anak dalam kandungan istrinya. Sedang istrinya menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut.
c)     Pasal 127 : Tatacara li’an.
d)     Pasal 128 : li’an hanya sah apabila dilakukan dihadapan sidang pengadilan agama.
e)  Pasal 162 : akibat li’an, yaitu, bilamana li’an itu terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanyadan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari nafkah.
Akibat li’an suami, timbul beberapa hukum:
1.      Dia tidak disiksa (didera).
2.      Si istri wajib didera (disiksa) dengan siksaan zina.
3.      Suami istri bercerai selama-lamanya.
4.      Kalau ada anak, anak itu tidak dapat diakui oleh suami.
Pihak istri setelah suami menyatakan sumpah li’an itu hanya dapat terhindar dari hukuman zina apabila bersedia menyatakan sumpah li’an pula.
Firman Allah Swt QS An-Nuur ayat 8-9 yang artinya : “Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.” (QS. An-Nuur, 8-9)
Kesimpulanya, li’an adalah sumpah seorang suami yang berkata benar dihadapan hakim bahwa istrinya telah berzina atau suami tidak mengakui anak yang di kandung istrinya Akan tetapi istrinya berkata bahwa tuduhan tersebut tidak benar.

Sumber :
 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1994
 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta : UII Press, 2010