Langganan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Selasa, 07 Maret 2017

Mengalah untuk Menang





Dalam hidup ini tentu kita pernah mengalaminya, yaitu mengalah demi sebuah kebaikan. Hal ini biasanya dilakukan untuk menciptakan suasana atau kondisi yang harmonis dalam suatu ruang lingkup bermasyarakat. Menang terasa sulit dan berat untuk melakukan hal ini, namun mengendalikan ego demi keharmonisan dan kerukunan bukanlah hal buruk. 

Mengalah bukan berarti kalah, mengalah berarti memberikan waktu kebahagiaan bagi orang lain yang lebih membutuhkan. Tak perlu berfikir baik atau tidak, namun percayalah dengan demikian kita bersikap lebih baik darinya.

Mengalah bukan berarti kalah, diam bukan berarti lemah, pasrah bukan berarti menyerah. Karena adakalanya dalam hidup ini kita harus bersikap : mengalah untuk kemenangan hati, diam untuk memberanikan diri, dan pasrah untuk melapangkan diri agar bisa menerima dan mensyukuri apa yang telah kita nikmati.

Setiap orang pasti pernah punya masalah. Masalah mereka mungkin saja sama dengan kita, namun yang membedakan adalah cara menghadapi suatu masalah. Janganlah menganggap masalah kita paling rumit, jika mereka bisa melaluinya, maka kitapun pasti bisa.

Tidak mudah mencari yang hilang, tidak mudah mengejar impian, namun lebih sulit bagi kita untuk mempertahankan apa yang sudah ada. Karena meskipun sudah pasti dalam genggaman yang erat, suatu saat mungkin lepas juga.

Ingatlah kawan kehidupan ini kadang sangat menyakitkan, tapi kita harus optimis menjalaninya. Orang yang bahagia bukan berarti tak memiliki masalah, tetapi kemampuan memenej masalah yang membuatnya tampak bahagia.

Ada pepatah tua yang mengatakan “ Jika kamu tidak memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki “.  Menjadi yang terdepan memang terlihat baik, namun menjadi bijak menjadikan kita yang terbaik. Sekian.

Selasa, 15 November 2016

Stereotip


Stereotip
Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap suatu kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotip merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat. Secara umum, stereotip dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif terhadap seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Sebagian besar masyarakat beranganggapan bahwa segala bentuk stereotip adalah negatif.
Dalam KBBI, stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Stereotip jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang. Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai asal mula teori stereotip ini. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
Psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok, pola komunikasi tentang kelompok tersebut, dan konflik antar kelompok. Sosiolog menekankan pada hubungan di antara kelompok dan posisi kelompok-kelompok dalam tatanan sosial. Sedangkan para humanis menekankan bahwa stereotip secara definisi tidak pernah akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang kepada orang lainnya, tanpa mempedulikan kenyataan yang sebenarnya. Walaupun jarang sekali stereotip itu sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus stereotip sesuai dengan fakta yang terukur.
Dalam sejarahnya, stereotip merupakan perilaku yang sudah dilakukan oleh manusia sejak zaman purbakala. Namun stereotip sebagai konsep modern baru digagas oleh Walter Lippmann dalam tulisannya yang berjudul “ public opinion “ yang dipublikasikan  pada tahun 1992. Ia mengatakan stereotip adalah cara ekonomis untuk melihat dunia secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan individu tidak dapat sekaligus melakukan dua even yang berbeda dalam tempat yang berbeda yang dilakukan secara bersamaan. Karenanya manusia kemudian bersandar pada suatu testimoni orang lain untuk memperkaya pengetahuan mengenai lingkungan sekitarnya.
Dengan era digitalisasi seperti sekarang peranan media sangat penting. Media sering digunakan untuk memberikan pengalaman atau gambaran yang hampir sama seperti aslinya. Melalui media pula dapat mempercepat pengaruh yang tidak terhindarkan terhadap cara pandang kita, karena media masa kini dapat berfungsi sebagai mata dan telinga, yang selalu melihat dan mendengar apapun yang terjadi. Informasi melalui media harusnya jadi bijak bila kita mampu mengkonfirmasi segala informasi yang didapat kepada orang atau kelompok yang bersangkutan. Dan ingat “ CURIGAILAH DIRIMU SEPERTI KAU MENCURIGAI SESAMAMU “

Rabu, 29 Juni 2016

MENSYUKURI NIKMAT UMUR


MENSYUKURI NIKMAT UMUR
                                                        
Dalam Al-qur’an Surat Ibrahim ayat 7, Allah SWT berfirman :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikamat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Dari ayat tersebut kita dapat memetik pengertian, jika kita sedang memperoleh nikmat atau kebahagiaan, maka kita harus bersyukur kepada Allah SWT. Karena dengan bersyukur maka Allah SWT akan melipat gandakan nikmat yang kita rasakan. Dan jika kita lupa tidak bersyukur niscaya kita akan memperoleh balasan berupa siksa atau azab yang sangat pedih. Allah SWT senantiasa mencurahkan nikmat-Nya kepada manusia dengan bermacam-macam nikmat yang tidak dapat kita hitung jumlahnya.
Allah SWT berfirman :
“Wain taudduu nikmatallahi la tuhfuuha”
Artinya : Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. (Qs. An Nisa : 18)
Diantara sekian banyak nikmat Allah SWT yang kita pakai dan kita pergunakan setiap hari yaitu nikmat umur. Umur yang kita pakai sehari-hari adalah salah satu nikmat Allah SWT yang sangat mahal, karena saking terlalu mahalnya, maka tidak dapat dinilai atau dihargai dengan uang atau materi. Meskipun dunia semakin maju, akan tetapi belum ada teknologi yang dapat memperpajang umur manusia.
Semakin bertambah umur manusia, maka semakin dekat dengan ajal atau kematian, dan semakin dekat dengan ajal sama artinya semakin dekat dengan liang kubur. Oleh karena itu hendaklah sisa umur yang kita nikmati di dunia ini, dipergunakan untuk kemaslahatan atau kebaikan yang bermanfaat bagi pribadi, keluarga, masyarakat serta negara.  .
Rasulallah saw bersabda :
“Sebaik-baik manusia adalah orang yang diberi panjang umur, dan dengan umur yang panjang tersebut dipergunakan untuk berbuat kebaikan. Dan sejahat-jahatnya manusia adalah orang yang diberi umur panjang, tetapi dengan umur yang panjang tersebut dipergunakan untuk berbuat kejahatan”.(Hadis Riwayat Ahmad).
Dengan sabda Rasul Muhammad saw tersebut kita dapat mengambil pelajaran supaya kita dapat memanfaatkan sisa umur yang sangat berharga ini, dengan perilaku shalihah yang digariskan Allah SWT. Dalam hal ini Rasulallah saw juga bersabda :
“Barang siapa yang sudah memasuki usia 40 tahun, tetapi kebaikanya masih belum  bisa mengalahkan kejahatannya, maka lemparkan saja ke dalam api neraka tempatnya mereka”.(HR Baihaqi).
Umur yang kita pakai di dunia ini akan kita pertanggung jawabkan kepada Allah SWT. kelak di akherat. Bahkan ketika baru saja selesai dikuburkannya jasad manusia, belum lagi hilang jejak telapak kaki manusia yang mengantarkannya ke kubur, Allah SWT sudah menanyakan kemana umurmu dihabiskan dan untuk apa umurmu dipergunakan. Pada waktu itu manusia tidak dapat berdusta sedikitpun, karena seluruh anggota badan menjadi saksi tentang apa dan untuk apa dipergunakan umurnya yang sekian puluh tahun dipakai. Barulah pada hari itu timbul penyesalan yang tidak berguna lagi.
Rasulallah saw, bersabda :
“Belum lagi hilang jejak telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, sehingga kepadanya telah diajukan empat pertanyaaan :
1.      Dari hal umurnya kemana dihabiskan.
2.      Dari hal tubuhnya untuk apa dipakainya.
3.      Dari hal ilmunya apa yang sudah diamalkan dengan ilmunya.
4.      Dari hal harta dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakannya.
(H.R. Turmudzi).
Bagi manusia yang beriman kepada Allah SWT, pasti akan mempercayai bahwa pada suatu saat yang sudah ditentukan, umur manusia akan berpisah dengan badan, bila ajal sudah datang dan berpulang ke Rahmatullah. Itu artinya kontrak manusia hidup di dunia ini akan berakhir, maka manusia akan menuju akhirat untuk mempertanggung jawabkan segala umurnya ketika hidup di dunia.
Oleh karena itu Rasulallah saw berpesan dengan sabdanya :
“Pergunakanlah lima kesempatan sebelum datangnya lima kesempitan :
1.      Pergunakanlah kesempatan sehatmu sebelum datang masa sakitmu.
2.      Pergunakanlah kesempatan lapangmu sebelum datang kesempitanmu.
3.      Pergunakanlah kesempatan mudamu sebelum datang hari tuamu.
4.      Pergunakanlah kesempatan kayamu sebelum datang waktu faqirmu.
5.      Pergunakanlah kesempatan hidupmu sebelum datang kematianmu.
(H.R. Baihaqi)
Sebagai penutup marilah kita pergunakan kesempatan hidup di dunia ini untuk mengabdi kepada Allah SWT, dengan berbuat kebaikan sehingga bermanfaat bagi diri kita, keluarga, masyarakat, agama, dan juga negara.
Semoga kita senantiasa memperoleh petunjuk dan pertolongan dari Allah SWT sehingga sisa umur kita bisa dipergunakan untuk beribadah kepada Allah SWT, dan perbuatan kita selama hidup di dunia mendapat ridha dan ampunan dari Allah SWT. Amin ya Rabbal alamin.

Selasa, 31 Mei 2016

Pesimis, Optimis, dan Realistis


Pesimis, Optimis, dan Realistis

Kali ini kita akan membahas mengenai pesimis, optimis, dan realistis. Sebelum kita membahas lebih jauh, kita harus mengetahui makna dari ketiga kata tersebut. Berikut penjelasannya menurut KBBI :
- Pesimis : Orang yang bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan baik (khawatir kalah, rugi, dan sebagainya), orang yang mudah (putus) harapan.
Optimis: Orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal.
-  Realistis : Bersifat nyata (real), bersifat wajar.
Ketiganya jelas memiliki perbedaan yang nyata, saya akan mencoba membahasnya walaupun saya kurang bisa membahasakannya. Sikap realistis kadang sering didahului atau menciptakan sifat pesimis. Mengapa demikian? Ada orang yang mengalami rasa pesimis tanpa didahului dengan berfikir realistis. Ada pula yang mengalami rasa pesimis karena berfikir realistis. Secara sederhana orang yang berfikir realistis itu, memiliki alasan tertentu untuk merasa takut. Sedangkan orang pesimis itu takut, tapi tidak memiliki alasan mengapa ia takut.
Lain lagi dengan optimis yang selalu berpandangan baik dalam setiap aktifitas yang ia lakukan. Ia selalu berfikir potitif dalam menghadapi masa depan. Namun seringkali sikap optimis ini juga menimbulkan realistis. Sikap realistis yang ditunjukan biasanya dilakukan sesuai dengan ilmu atau kemempuan yang ia punya atau miliki. Realistis disini ialah sifat dimana seseorang tidak akan mengambil resiko atas apa - apa yang belum mereka kuasai dengan baik. Realistis itu berdasarkan hal yang sudah ada, kalau keadaan mendukung, maka akan muncul optimisme. Kalau keadaan tidak mendukung, ya biasanya jadi pesimisme.
Ketiga sifat tersebut memiliki sudat pandang masing – masing, yang harus kita lakukan adalah membuat sebuah tim yang berisi pesimis, optimis, dan realistis. Karena bila ketiganya kita mamanfaatkan dengan baik dan dengan managerial yang tepat maka akan menghasilkan suatu kombinasi yang hebat. Pada dasarnya ketiga tipe ini tidak berkontradiksi, namun hanya memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan atau memandang suatu permasalahan.
Sang optimis, yang selalu memandang suatu masalah akan berakhir dengan manis. Ia seringkali tidak memandang resiko – resiko yang akan dilalui. Sang pesimis yang selalu berhati – hati, ia selalu menganalisa segala kemungkinan resiko – resiko yang akan muncul, baik dari yang terkecil sampai resiko yang terbesar. Ia bukanlah tidak percaya akan keberhasilah, melainkan tidak mengatahui cara untuk mengatasinya. Sedangkan sang realistis, ia akan memilih tindakan – tindakan yang mungkin ia mampu untuk lakuakan. Karena bila terlalu tinggi, ia beranggapan hal itu tidak mungkin untuk diraihnya.
Bila ketiganya dipadukan, maka optismis memiliki peranan sebagai pembakar semangat dan motivasi. Pesimis berperan sebagai analisa terhadap setiap kemungkinan yang akan terjadi. Dan realis harus menyiapkan segala tindakan – tindakan yang diperlukan dalam menghadapi masalah – masalah yang akan dihadapi. Bila kita dapat memanfaatkan ketiganya dengan baik, maka segala macam permasalahan bukan menjadi penghalang bagi kita untuk bergerak lebih maju.
Dalam diri seseorang pasti memiliki ketiga sifat ini, oleh karena itu kita harus menjadi manajer yang bijak, agar tidak terlalu terjerumus ke salah satu pihak secara ekstrem. Yang kita butuhkan adalah bagaimana cara menyeimbangkannya untuk mencapai hasil memuaskan. Pada dasarnya manuasia ialah makhluk sosial, bila kita tidak mampu menyeimbangkannya sendiri, maka yang kita butuhkan adalah partner yang tepat. Kita harus optimis dalam menghadapi suatu masalah tanpa mengesampingkan peran pesimis, namun kita juga harus realistis terhadap suatu masalah yang kita hadapi. Sekian.

Kamis, 21 Mei 2015

Fiqh Muamalah


Fiqh Muamalah
Dewasa ini kehidupan bermasyarakat makin berkembang, tuntutan akan kebutuhan yang layakpun semakin membumi. Hal ini tentu banyak menimbulkan persaingan dimasyarakat khususnya masalah yang menyangkut pendapatan. Hal inilah yang menimbulkan berbagai macam persoalan mengenai fiqh muamalah. Adapun beberapa contoh kasus, akan penulis jelaskan diantaranya:

1. Dalam kasus yang pertama penulis akan menjelaskan mengenai riba. Contoh : pada suatu waktu KBIH menawarkan pembayaran DP haji sekitar lima jutaan rupiah, uang tersebut guna mendaftar dan disetorkan langsung ke bank syariah. Nah, dari modal lima jutaan itu bank syariah akan memberikan talangan dana haji sisanya. Kemudian sambil melunasi dana talangan tersebut peserta dikenakan ujrah sebesar  1,5 juta rupiah. Pihak KBIH berkilah jika dana itu sebagai ganti dari biaya talangan yang diberikan oleh pihak bank.

Dari contoh diatas dapat kita pahami jika dana ujrah tersebut dapat dikategorikan riba. Praktek diatas termasuk trik untuk menghalalkan perkara yang haram. Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat mengenai pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga peringatan secara keras. Tahapan turunnya ayat mengenai riba dijelaskan sebagai berikut :

Pertama, menolak anggapan bahwa riba tidak menambah harta justru mengurangi harta. Sesungguhnya zakatlah yang menambah harta. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ar Rum : 39 .

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)

Kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Allah berfiman dalam QS. An Nisa : 160-161 .

“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Allah menunjukkan karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Keempat, merupakan tahapan yang menunjukkan betapa kerasnya Allah mengharamkan riba. QS. Al Baqarah : 278-279 berikut ini menjelaskan konsep final tentang riba dan konsekuensi bagi siapa yang memakan riba.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

2. Pada saat-saat tertentu, kita sering kali dimanfaatkan oleh para spekulan untuk mencari keuntungan lebih atas barang atau jasa yang ia jual. Dengan demikian secara otomatis pengeluaranpun bertambah berlipat-lipat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan praktek-praktek yang salah. Sebagai contoh: Anda membutuhkan uang sekitar Rp. 750 ribu guna memenuhi kebutuhan keluarga selama satu minggu selama satu bulan. Akan tetapi penghasilan anda tiap minggu hanya berkisar 300an lebih. Lalu bagaimana anda memenuhi kebutuhan keluarga? Jika anda benar benar ingin jalan pintas pergilah ketempat bandar togel yang membuka lapaknya. Dengan modal seribu rupiah bila anda pasang satu angka dan angka itu keluar anda bisa meraup puluhan ribu, bila pasang dua digit angka dan keluar lagi anda bisa memperoleh uang ratusan ribu, dan begitupun dengan seterusnya. Sebelumnya penulis mohon maaf, bukan bermaksud mengajari hal yang tidak benar, namun ini sebagai pengetahuan semata. Dan praktek yang tidak benar ini justru makin banyak peminat ketika bulan-bulan seperti ini tiba. Dan sekali lagi masalah ekonomi yang jadi penyebabnya.

Apabila memang kita membutuhkan dana lebih untuk mencukupi kebutuhan, maka carilah rezeki dengan cara-cara yang halal saja. Dan praktek diatas dapat digolongkan sebagai maisir.  Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Larangan terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas ada dalam AlQur’an sebagai berikut:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (Q.S. Al-Baqarah :219).

Selain itu dijelaskan pula dalam surat Al-Maa’idah ayat 90 yang berbunyi:

“ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.( Q.S. Al-Maa’idah :90).

3. Selain kedua hal diatas, ada bebepara hal yang sangat jarang ditemui di masyarakat namun dalam kenyataan muncul jual beli seperti ini. Contoh : Pak Herman memiliki tambak pembibitan lele. Dimana tambak tersebut dibangun diatas tanah seluas 100 x 200 m2, dan dari lahan seluas itu dibangun 11 kolam berukuran 8 x 12 m2. Namun suatu hari Pak Herman harus membayar hutang yang ia punya sebesar Rp. 500 ribu karena sudah jatuh tempo. Karena Pak Herman tidak sanggup membayar pada saat ini, akhirnya si penagih hutang itu memberi solusi dengan menawar ikan lele satu kolam penuh seharga Rp. 900 ribu. Tanpa pikir panjang Pak Herman menyetujuinya karena memang pada saat itu ia sangat membutuhkan uang untuk membeli pakan dan sebagainya. Dan transaksipun dilakukan pada waktu itu juga, meskipun ikan yang ada dikolam belum baru diambil keesokan harinya.Bila kita tinjau lebih jauh lagi mungkin ini dapat dikatakan gharar, karena ini adalah sebuah pertaruhan dimana bila tidak sipenjual yang untung maka sipembeli rugi, begitupun sebaliknya. Boleh dikatakan bahwa konsep gharar berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi yang dilaksanakan, secara umum dapat dipahami sebagai berikut :

- Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak;
- Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak;
- Transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya tidak jelas, baik dari waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain.

Adapun dasar sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam hadis Abu Hurairah yang berbunyi:

“ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang jual beli al-hasbah dan jual beli gharar”.

Yang mendukung firman Allah:

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah :188)

4. Dan mungkin inilah praktek jual beli yang begitu amat sering terjadi dimasyarakat. Ini ialah tentang menyembunyikan kecacatan suatu barang. Penulis ambil salah satu contoh saja, biasanya dipasar loak ataupun toko-toko dimana jual beli terjadi seringkali penulis mendapati seseorang yang menjual barang yang ada nilai cacatnya namun penjual ini menutupinya dengan menjelaskan keunggulan atau kelebihan barang ini ketimbang yang lainya. Sesungguhnya dalam melakukan sebuah transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada   kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya. Maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat dan diharap agar bisa tercipta hubungan yang selalu baik. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang, mengurangi timbangan tidak dibenarkan. Atau hal-hal kecil seperti menggunakan barang tanpa izin, meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan harus sangat diperhatikan dalam bermuamalat. Penjelasan diatas didukung oleh firman Allah sebagai berikut:

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(Q.S. An-Nisa :29).

5. Mungkin jual beli ini sangat dilarang oleh agama, namun karena ada pasar yang mendukung maka hal ini akan terus berlangsung selama permintaan itu ada. Yang penulis maksud ialah jual beli khamr atau minuman keras. Dewasa ini minuman tersebut sudah sangat membumi. Jika dahulu minuman jenis ini hanya dijual ditempat yang remang-remang dan beberapa tempat khusus yang tentunya sudah berijin. Namun sekarang dengan mudah kita menemukan minuman beralkohol ini dengan sangat bebas diperjualbelikan. Dari mulai supermarket sampai warung kelontongpun terkadang menjualnya. Ini sudah dianggap bukan hal tabu lagi di masyarakat. Belum lagi ada narkoba dan masih banyak lainnya. Yang terkadang transaksi jual beli seperti ini menggunakan jalur online yang sedang booming-boomingnya.

Sebenarnya jual beli seperti ini termasuk kategori haram. Dalam situasi seperti ini, selama masih ada permintaan pasar maka barang haram tersebut akan terus berproduksi. Dan sebenarnya ketika barang yang diperjualbelikan ini haram, maka transaksi tersebut dianggap tidak sah. Karena hanya akan menimbulkan kesengsaraan belaka. Hal ini didukung oleh sabda nabi shallallahu alaihi wasallam:

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi dan patung”.(HR. Bukhari dan Muslim).

Dan dalam hadist lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Akan ada diantara umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik.”(HR. Bukhari).

Dari berbagai masalah jual beli yang terjadi di masyarakat diatas, dapat kita pahami jika praktik-praktik seperti ini muncul karena tuntutan hidup yang semakin membengkak dan mereka melakukan berbagai cara untuk meraup kentungan lebih dengan cara-cara yang dilarang dalam Islam. Seperti kita ketahui masyarakat dewasa ini selalu disibukan oleh masalah perekonomian yang mampu mengalahkan larangan-larangan agama. 

Lalu bagaimana kita menyikapinya? marilah kita bentengi diri dengan meningkatkan iman dan taqwa.